Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Nurcholis Majid
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Ide mengaktifkan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab), dengan misi pemberantasan teroris, dianggap langkah yang bertolak belakang dengan semangat reformasi yang bergulir 20 tahun lalu.
Selain itu operasi-operasi militer yang bertujuan mangatasi aksi terorisme, hanya akan menjadi teror baru bagi warna negara.
Anggapan itu diutarakan Ketua Setara Institute, Hendardi, kepada wartawan di Hotel Ashley, Menteng, Jakarta, Selasa (22/5/2018).
"Karena sesungguhnya kalau kita mencermati kinerja pemberantasan terorisme, maka berbagai indikator menunjukan bahwa Polri dengan dibantu oleh TNI dan aparat keamanan lain telah bekerja secara optimal," ujar Hendardi.
Hendardi melihat pengaktifan kembali Koopssusgab oleh Presiden Jokowi, berlebihan dan membuat kegaduhan baru sekaligus mempertegas kesan kepanikan yang berlebihan.
"Lebih merupakan keputusan politik memberikan akomodasi pada aspirasi sejumlah purnawirawan TNI bukan gunuine untuk menegakan hukum antiterorisme," ujar Hendardi.
Baca: Absen di Sidang Perceraian, Ibnu Jamil Ingin Lekas Hakim Ketok Palu
Pelibatan TNI dapat dibenerakan sepanjang tetap patuh pada ketentuan dalam Pasal 7 UU 34/2004 tentang TNI, dimana pelibatan TNI beesifat sementara dan merupakan last resort.
"Pola perbantuan ini telah berjalan sejak lama dan beroperasi secara efektif," ucap Hendardi.
Untuk itu Hendardi berharap RUU Antitorisme yang rencananya dibahas secara maraton tidak disusupi pasal-pasal transaksional sebagai bentuk akomodasi politik pada element-element tertentu.
"Karna tugas membahas dan mengesahkan RUU Antiterorisme adalah tugas kemanusian, bukan arena politik dimana para aktor berebut kewenangan dan kekuasan,"ujar Hendardi.