Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim bentukan paripurna pemantauan kasus penyidik KPK Novel Baswedan belum bisa memaparkan hasil pencarian informasi yang lebih mendalam tentang kasus penyiraman air keras terhadap Novel.
Meski telah bekerja selama 3 bulan, tim masih butuh waktu untuk mencari hambatan serta mencari fakta-fakta baru.
Baca: Definisi Terorisme Akan Disepakati Dalam Rapat Pleno Esok
"Kami belum bisa mengutarakan apapun terkait temuan yang ada. Tapi fokusnya mencari hambatan dan menawarkan solusi. Karena kami mencari itu, konfirmasi dan klarifikasi itu kami lakukan," kata komisioner Komnas HAM sekaligus tim pengungkapan Novel, M Choirul Anam di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/5/2018).
Berdasarkan hasil sidang Paripuna Komnas HAM pada Bulan Mei 2018, tim diperpanjang masa kerjanya selama 3 bulan ke depan.
Baca: Delapan Fraksi Setuju Definisi Terorisme Memuat Motif Politik, Ideologi, dan Gangguan Keamanan
Perpanjangan terhitung mulai tanggal 19 Mei hingga 19 Agustus 2018.
Ketua tim pemantauan kasus Novel, Sandrayati Moniaga mengatakan, saat ini tim terus mencari barang bukti terkait peristiwa penyiraman Novel.
Barang bukti tersebut, lanjut Sandrayati, berupa wawancara terhadap tetangga Novel serta rekaman CCTV disekitar lokasi kejadian.
Baca: Jusuf Kalla Minta Menpora Fokus Terhadap Target Indonesia Masuk Peringkat 10 Besar Asian Games
"Wawancara kami lakukan dengan sebagian besar saksi di sekitar rumah di lokasi, baik sebelum maupun pada H-1 itu yang ada untuk pihak-pihak yang CCTV-nya belum diambil belum berhasil kami temui juga, itu karena memang mereka agak sulit dihubungi," kata Sandrayati.
Diketahui, lebih dari 1 tahun peristiwa penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan belum juga menemukan hasil.
Baca: Moeldoko: Tugas Ali Mochtar Ngabalin Sebagai Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden
Bahkan, Tim Penyelidik Polri belum juga menemukan pelaku tindakan tersebut.
Untuk itu, Komnas HAM membentuk Tim Pemantauan Kasus Novel yang berisi Anggota Komnas HAM dan sejumlah tokoh masyarakat dan akademisi antara lain Prof Dr Franz Magnis Suseno, Prof D Abdul Munir Mulkhan, Alissa Wahid, dan Bivitri Susanti.