Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Saat ini diperkirakan sekitar 74 orang telah ditangkap, 50-an orang ditangkap di Jawa Timur dan masih terus mengejar serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) masih memonitor teroris yang berada di banyak tempat di Indonesia.
“Korban tewas akibat terror akhir-akhir ini ada 14 orang dan teroris lain masih terus dalam pengejaran dan monitoring ketat sampai dia melakukan aksi langsung kita tangkap,” tegas Komisaris Jenderal Polisi Drs Suhardi Alius, M.H. (56) Kepala BNPT khusus kepada Tribunnews.com baru-baru ini di kantornya.
Aringfan teroris tersebut berusaha membuat takut masyarakat Indonesia dan kita diharapkannya tetap siap siaga, jangan takut dengan ancaman teroris.
“Namun satu yang harus diperhatikan kini sebagai sistim baru para terurus itu yaitu melibatkan keluarga yang dibawa mereka. Anak-anak ternyata sudah di radikalisasi oleh orangtuanya sendiri. Ini pola baru tersebut.”
Semua itu harus diantisipasi ke lingkungan sekolah dan orangtuanya.
“Kita berharap adanya pembinaan karakter bangsa ke orangtua dan ke guru. Kalau keduanya menyimpang ya repot itu. Coba lihat kembali cara dan pola pendidikan mereka saat ini,” harapnya kepada kementerian pendidikan dan kebudayaan Indonesia.
Sedangkan untuk Pesantren BNPT berharap kepada kementrian agama untuk monitor dan sinergikan koordinasikan serta perlu mengawasi dan sentuh mereka sampai ke dalam-dalam.
“Tolong dong awasi, berikan ceramah anti radikalisme. Libatkan pula para ulama untuk menetralkan semua itu, demikian pula para psikolog yang ada, di samping juga keterbukaan adanya konseling bagi semua muridnya yang ada di Pesantren.”
BNPT berusaha menetralisir ke semua sebaran 17000 an pulau dengan segala keterbatasannya, sedangkan kementerian agama punya kaki sampai kecamatan, dan kementerian dalam negeri juga punya kaki sampai RT/RW, maka kalau jalur instruksi akan lebih cepat, tekannya lagi.
Kurikulum dalam rekrutmen guru serta bahan ajaran harus memiliki proses seleksi yang ketat dan kuat dengan bahan bacaan wajib, dan lingkungan yang baik.
“Paket pendidikan mungkin harus dinilai kembali. Populasi yang sangat banyak Indonesia ini dengan demokrasi yang ada bukan pekerjaan mudah, dan bukan mustahil tergantung pula kepada kemauan setiap individu.”
Diakuinya kadang pemerintah agak lambat. Sementara BNPT sendiri memiliki 200 satgas pencegahan yang berusaha aktif mengantisipasi masalah di berbagai daerah.
“BNPT berusaha benahi policy strategi program kebijakan . Untuk menghadapi teror itu perlu melihat akar permasalahan. Kita perlu lihat dari hulu smapai ke hilir, dilihat semua. Mungkin kemiskinan penyebabnya. Atau karena kurangnya tingkat pendidikan . Ada pula karena merasa tidak adil, banyak sekali variabel nya. Melakukan menyimpang tidak tiba-tiba jadi radikal. Pasti ada tahapannya.”
Ada pihak non structural yang merupakan kepanjangan BNPT dengan para intelektual, tokoh-tokoh yang aktif terdiri dari pakar berbagai macam yang ber tugas untuk program kontra radikalisasi.
“Bagaimana punya daya tahan dinamika isu toraris, kalau tidak disiapkan, tidak tahu verifikasi, kalau tak punya pengetahuan . Susah bukan?”
Mentor-mentor berusaha di aktifkan di tiap propinsi dengan anggaran BNPT. Namun tentu dukungan dari para kementerian juga sangatlah diharapkan, tekannya lagi.