TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Rencana penerbitan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif terus menuai kontroversi.
KPU mengajukan aturan itu dengan berpijak kepada PKPU tentang pencalonan yang telah lolos dibahas di DPR.
Dalam beleid itu tercantum eks narapidana koruptor tak boleh mencalonkan diri menjadi anggota DPR.
Terkait hal tersebut, Ketua Majelis Etik Partai Golkar Mohammad Hatta angkat bicara.
Menurutnya ada mekanisme internal yang dimiliki Partai Golkar sebelum merestui seseorang maju menjadi calon anggota legislatif.
"Kalau kami setelah tagline Golkar bersih yang dibuat Ketua Umum Airlangga ialah prinsip PDLT yang sudah ada dari zaman dahulu dipertajam," kata Hatta saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (31/5/2018).
Dirinya menjelaskan PDLT adalah prestasi, dedikasi, loyalotas dan tidak tercela. Semua indikator tersebut diuraikan kembali kepada bakal calon legislatif.
Hal ini sebagai upaya pencegahan sebelum kader partai berlambang pohon beringin ini masuk ke wilayah penindakan.
"Didalamnya ini, kami susun kode etik yang dalam waktu dekat akan disahkan di pleno DPP, mengatur begitu rigid. Masalah etik ini kan lebih luas dari hukum. Dalam arti perilaku manusia, maka sudah pasti Golkar berharap kader yang muncul nanti paripurna, dari segi karakter dan dari segi mental," katanya.
Hatta mengakui, jika seseorang pernah terjerat hukum apalagi sampai mendekam di bui, tentu berdampak pada pandangan negatif di masyarakat.
Namun jika sosok caleg yang bakal diusung mau bertobat dan membuktikan bekerja untuk rakyat, ada pertimbangan yang dilakukan.
"Yang pasti dia ngga akan jadi rangking priorotas. Kecuali istimewa itu tadi," kata Hatta.
Majelis Etik Golkar kata Hatta, akan mengaplikasikan sistem rapor untuk caleg yang akan diusung.
Dari situ, dukungan dan restu akan diberikan.
Diberitakan KPU tengah menyiapkan rancangan Peraturan KPU yang akan melarang mantan narapidana korupsi menjadi calon legislatif.
PKPU itu akan menjadi turunan dari Pasal 240 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Anggota KPU Ilham Saputra mengatakan wacana tersebut berasal dari usul sejumlah pihak agar masyarakat bisa memilih anggota parlemen yang bersih dan punya rekam jejak bagus.
Awalnya, ketentuan ini ditentang oleh DPR, pemerintah, serta Badan Pengawas Pemilu dan sejumlah partai di DPR.
Larangan tersebut tak tercantum dalam Undang-Undang Pemilu.
Mereka juga menilai KPU berpotensi melanggar hak seseorang untuk dipilih.