Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam sidang lanjutan kasus suap proyek di RSUD H Damanhuri Barabai tahun anggaran 2017, Senin (3/6/2018) Jaksa KPK sempat memutar dua rekaman percakapan.
Pertama rekaman percakapan antara Direktur PT Menara Agung Pusaka, Donny Witono dengan Ketua Kadin Hulu Sungai Tengah (HST), Fauzan.
Baca: Balas Kritikan Andi Arief, Fadli Zon Sebut Rizieq Shihab Merupakan Ulama Berpengaruh
Rekaman kedua yakni percakapan antara Direktur PT Menara Agung Pusaka, Donny Witono dengan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), Abdul Latif.
Dalam persidangan, Donny Witono membenarkan kedua rekaman itu adalah suara dirinya berbicara dengan Fauzan dan Abdul Latif.
"Betul itu suara saya, kebanyakan pakai bahasa daerah," ucap Donny Witono.
Baca: Kenakan Kaos #2018TumpasTeroris, Cak Imin Buka Puasa Bareng 1000 Anak Yatim
"Itu yang, ya siap komandan. Bicara dengan siapa?" tanya jaksa KPK.
"Itu dengan terdakwa Pak Bupati (Abdul Latif), beliau minta dilunasi yang kedua. Percakapan dengan Pak Bupati tanggal 2 Januari 2018 lalu tanggal 3 Januari 2018 saya lunasi yang kedua," singkat Donny Witono.
Diketahui Donny sendiri telah dituntut 3 tahun penjara oleh jaksa KPK pada Senin (14/5/2018).
Selain itu, Donny juga dituntut membayar denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam pertimbangan, jaksa KPK menilai perbuatan Donny tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi.
Baca: Ditlantas Polda Metro Jaya Luncurkan Program Berteman Jakarta
Namun, Donny mau mengakui kesalahannya.
Keterangan yang disampaikan Donny dalam persidangan telah membuat terang tindak pidana yang didakwakan.
Donny didakwakan menyetujui fee 7,5 persen dan dilakukan pembayaran melalui giro dua kali kepada Fauzan.
Pertama Rp 1,8 miliar setelah pencairan uang muka proyek dan kedua Rp 1,8 miliar setelah pekerjaan selesai.
Kini sambil menunggu eksekusi Donny ke Lapas Sukamiskin, Donny masih ditahan di Polres Jakarta Timur.
Sementara itu, terdakwa Abdul Latif selain disangkakan kaus suap, juga dijerat dengan perkara gratifikasi dan pencucian uang.
Dalam perkara ini, Abdul Latif didakwa melanggar Pasal 13 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.