TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Agus Hermanto angkat bicara soal rencana sejumlah fraksi mengajukan hak Angket terkait pelantikan Mochamad Iriawan sebagai penjabat (PJ) Gubernur Jawa Barat.
Menurut Agus hak angket, merupakan hak yang melekata pada DPR untuk menanyakan kepada pemerintah bila ada dugaan pelanggaran Undang-undang.
"Angket adalah penyelidikan di dalam hal ini melaksanakan penyelidikan masalah dugaan-dugaan pelanggaran UU tersebut," ujar Agus, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (21/6/2018).
Agus menilai pelantikan Iriawan sebagai Pj Gubernur memang patut dipertanyakan. Pasalnya pelantikan tersebut diduga melanggar sejumlah aturan. Diantaranya yakni Undang-undang nomor 10/2016 tentang netralitas TNI/Polri. Untuk diketahui Mochamad Iriawan kini masih menjadi Jenderal Polisi aktif.
"Yang menyatakan bahwa TNI dan Polri harus bersifat netral tidak boleh melaksanakan politik praktis di dalam pelaksanaan pilkada ini," katanya.
Menurutnya berdasarkan peraturan apabila. Gubernur habis masa jabatannya, Penjabat Gubernur yang ditunjuk haruslah pejabat tinggi madya. Istilah penjabat tinggi madya hanya ada di Aparatur Sipil Negara (ASN) bukan di kepolisian atau TNI.
"Yang berarti harus diwajibkan harus ASN," katanya.
Menurutnya, PJ gubernur tergolong jabatan politis. Sehingga bila ada aparat kepolisian/TNI ditunjuk sebagai Pj gubernur, maka harus mundur terlebih dahulu dari keanggotaanya sesuai dengan Undang-undang nomor 2/2012.
"Bahwa kepolisian RI bisa ditugaskan untuk menjadi Pj namun harus mundur terlebih dahulu. Setelah mundur terlebih dahulu kemudian ditentukan ataupun dipilih oleh pemerintah dengan persyaratan-persyaratan tertentu dengan kualifikasi tertentu kemudian ditentukan oleh pemerintah," pungkasnya.