Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Pengawasan pelayanan publik merupakan tugas Ombudsman RI. Satu di antaranya memberantas praktik pungutan liar (pungli).
Dan, masyarakat punya peran penting supaya Ombudsman bisa menjalankan tugasnya secara maksimal.
Pembiaran masyarakat terhadap praktik pungli juga dianggap sebagai kendala sulitnya mengubah pelayanan menuju ke arah perbaikan.
Terbentuk stigma di masyarakat bahwa kinerja pelayanan akan beres dan cepat bila ada "uang pemulus" atau "tanda terima kasih" di dalamnya.
"Stempel atau cap terhadap penyelenggara negara di tengah masyarakat seperti itu. Akibatnya, orang merasa hal tersebut legal, padahal tidak. Atau orang yang tidak memberikan imbalan, justru di cap aneh. Itu kan keliru," kata Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai, di kawasan Bogor, Jawa Barat, Minggu (24/6/2018).
Anggapan seperti itu perlu diubah, karena ada atau tanpa imbalan pelayanan publik harus dilakukan secara baik dan benar.
"Harus diubah stigma (pungli). Ada atau tanpa imbalan, pelayanan harus dilakukan secara baik dan benar. Bila tidak benar, bisa dilaporkan kepada Ombudsman," tutur Amzulian.
Mereka menyebut, angka pelaporan masyarakat kepada Ombudsman meningkat setiap tahunnya.
Terhitung di tahun 2015, ada 5.000 laporan yang masuk, meningkat di tahun berikutnya sebesar 7.000 laporan, dan di tahun 2018 ada sekitar 10.000 laporan.
Sebagian besar keluhan masyarakat tersebut ditujukan pada Polri dan Pemerintah Daerah. Sedangkan wilayah yang paling banyak tingkat pelapornya ialah Provinsi DKI Jakarta.
"Artinya keterlibatan masyarakat sipil untuk peduli itu meningkat. Mereka yang lapor itu kebanyakan datang langsung, padahal mungkin lagi sibuk-sibuknya," ujar Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu.(*)