"Hanya partai-partai korup dan caleg yang malas mendekatkan diri saja yang masih berebutan nomor urut," tandasnya.
Keuntungan Elektoral
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menguraikan, dengan sistem perhitungan yang dipakai pada pemilu 2019, yakni, Saint Lague Murni, serta sistem proporsional terbuka, maka nomor urut tidak lagi penting.
Apabila seorang caleg mendapatkan nomor urut 1, tetapi tidak mendapat suara lebih banyak dari caleg di partai yang sama, maka suara pemilih yang hanya mencoblos gambar partai, akan beralih ke caleg yang mendapat suara paling banyak.
"Kalau dilihat, memang nomor urut tidak lagi penting," urainya.
Hanya saja, keadaan saat ini pemilih umum, masih beranggapan bahwa caleg di nomor urut kecil merupakan caleg terbaik pilihan partai. Sehingga, caleg yang mendapat nomor urut kecil, akan mendapatkan keuntungan elektoral.
"Saya pikir masih akan sama dengan pemilu 2014, dimana orang-orang akan melihat caleg jagoan partai berada di nomor urut kecil. Jadi, ada keuntungan elektoral bagi caleg, meski sebenarnya, bukan yang terbaik," lanjutnya.
Belum sampai disitu, perhelatan pemilu 2019, akan lebih banyak membicarakan capres dan cawapres yang bertarung dibanding dengan pertarungan caleg yang jumlahnya ratusan dalam satu daerah pemilhan (Dapil).
Pemilih, dinilai, tidak akan mengecek satu persatu rekam jejak maupun visi dan misi caleg, meski akses informasi sudah mudah didapatkan.
"Awam saja, semua akan konsentrasi ke pemilihan capres dan cawapres. Caleg-caleg ini tidak akan terlalu dihiraukan. Kecuali, kalau mereka sudah memiliki basis massa yang jelas dan konstituen yang terus dibina. Kalau tidak, ya pemilih akan lebih baik memilih nomor urut yang kecil," kata Titi.(ryo)