Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirimkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Umar Ritonga, tangan kanan dari Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap kepada Polri.
"KPK hari ini telah mengirimkan surat DPO atas nama Umar Ritonga ke Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Up SES-NCB-Interpol Indonesia di Jakarta," ucap juru bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa (24/7/2018) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dengan demikian, Umar akan menjadi buronan KPK.
Febri melanjutkan dalam surat tersebut, disertai pula dengan foto Umar Ritonga dan permintaa agar Polri segera membantu menangkapnya.
Baca: KPK Dalami Arahan Fahmi Kepada Inneke Koesherawati Terkait Pembelian Mobil untuk Kalapas Sukamiskin
"Surat disertai foto dan permintaan untuk ditangkap dan diserahkan ke kantor KPK. Bagi masyarakat yang melihat atau mengetahui keberadaan Umar agar menyampaikan informasi pada kantor kepolisian setempat atau menyampaikan pada KPK melalui telpon : 021-25578300," kata Febri.
Sebelum ditetapkan sebagai DPO, KPK sempat memberi peringatan kepada Umar Ritonga untuk menyerahkan diri.
Baca: Inneke Koesherawati Penuhi Panggilan KPK Terkait Kasus Suap di Lapas Sukamiskin
Namun imbauan tersebut tidak diindahkan.
Diketahui saat melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara, tim penindakan tidak berhasil mengamankan barang bukti uang sebesar Rp 500 juta karena dibawa kabur Umar Ritonga.
Selain melarikan diri saat akan ditangkap, ternyata Umar Ritonga juga sempat menabrak tim penindakan KPK.
Kebetulan saat itu Umar baru saja keluar dari sebuah bank untuk mengambil uang suap tersebut.
Umar Ritonga sebelumnya mengambil uang sebesar Rp 576 juta yang dititipkan di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sumatera Utara oleh Effendy Sahputera yang akan diberikan kepada Bupati Panganol.
Baca: KPK Panggil Petinggi PT Tower Bersama Terkait Kasus Korupsi Bupati Mojokerto
Effendy diduga mengeluarkan cek sebesar Rp 576 juta dan menghubungi pegawai BPD Sumut untuk mencairkan cek tersebut.
Effendy mengatakan kepada pegawai BPD Sumut bahwa nantinya uang itu akan diambil oleh Umar.
Pada Selasa (17/7/2018) sore Umar mendatangi BPD Sumut dan bertemu orang kepercayaan Effendy bernama Afrizal Tanjung (AT) Direktur PT Peduli Bangsa.
Afrial Tanjung sebelumnya mencairkan cek senilai Rp 576 juta. Dari uang tersebut, Afrizal Tanjung mengambil Rp 16 juta untuk dirinya sendiri serta Rp 61 juta ditransfer ke Effendy.
Kemudian, sisanya yakni Rp 500 juta disimpan dalam tas kresek dan dititipkan kepada petugas bank.
Sekitar pukul 18.15 WIB dihari yang sama, Umar datang ke bank dan mengambil uang tersebut pada petugas bank.
Pada saat itulah tim penindakan KPK hendak menangkap Umar namun tidak berhasil.
Saat itu kondisi hujan dan sempat terjadi kejar-kejaran antara mobil tim KPK dengan Umar.
Lataran tidak berhasil mengejar Umar yang diduga berpindah-pindah lokasi, tim akhirnya memutuskan untuk mencari pihak lain yang harus segera diamankan.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek-proyek di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Selain Bupati Pangonal, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka. Yakni Umar Ritonga selaku pihak swasta dan Effendy Syahputra selaku pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA).
Oleh penyidik Bupati Pangonal dan Umar Ritonga diduga menerima suap dari Effendy melalui beberapa perantara sebesar Rp 576 juta.
Namun uang tersebut masih belum disita oleh tim penindakan KPK.
Tim penindakan hanya menyita bukti transfer sebesar Rp 576 juta dalam kegiatan ini diduga merupakan bagian dari pemenuhan permintaan Bupati Panganol sekitar Rp 3 milyar.
Sebelumnya sekitar bulan Juli 2018 diduga telah terjadi penyerahan Cek sebesar Rp 1.5 milyar, namun tidak berhasil dicairkan.
Adapun, uang Rp 576 juta yang diberikan Effendy kepada Pangonal melalui Umar Ritonga bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat, Labuhanbatu.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Effendy Syahputra disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Bupati Pangonal dan Umar Ritonga disangkakan melanggar Pasal12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.