TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah melayangkan surat permohonan pencegahan ke luar negeri untuk Hadi Setiawan, orang kepercayaan konglomerat Tamin Sukardi.
Dari empat tersangka kasus pengurusan perkara vonis korupsi lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN2, hingga kini yang belum tertangkap dan belum ditahan ialah Hadi Setiawan.
Sementara tiga tersangka lainnya konglomerat Tamin Sukardi (74), hakim Merry Purba dan panitera pengganti Pengadilan Negeri (PN) Medan Helpandi telah ditahan KPK sejak Rabu (29/8/2018) kemarin.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) berlangsung tiga hari lalu, memang Hadi Setiawan tidak berada di Medan, Sumatera Utara.
"Saat OTT HS (Hadi Setiawan) tidak sedang berada di tempat, tidak sedang berada di kota Medan bahkan. Jadi sedang berada di lokasi yang lain. Kami mengidentifikasi selain orang-orang yang diamankan 8 orang itu ada seorang HS yang diduga memiliki peran sebagai orang kepercayaannya TS (Tamin Sukardi) untuk melakukan beberapa hal terkait dengan perkara ini," tutur Febri, Jumat (30/8/2018).
Febri menambahkan sampai saat ini Hadi Setiawan masih dalam pencarian tim KPK. Pihaknya meminta Hadi Setiawan agar koperatif menyerahkan diri ke KPK.
"Apa saja yang dilakukan dan peran HS belum bisa kami buka apalagi sekarang kan HS dalam posisi sedang dalam pencarian KPK. Kami sudah melakukan juga pencegahan ke luar negeri terhadap yang bersangkutan," tegas Febri.
Baca: Sering Buat Cuitan Soal Guyonan, Ajakan Sholat Subuh dari Anak Jokowi Ini Tuai Pujian
Dalam perkara ini, Merry dan Helpandi diduga sebagai penerima suap dari pemberi Tamin dan Hadi Setiawan. Uang suap total 280 ribu SGD diberikan Tamin, terdakwa di kasus korupsi HGU PTPN2 untuk mempengaruhi putusan majelis hakim.
Di perkara Tamin, Merry merupakan anggota majelis hakim yang menangani perkara Tamin. Sedangkan Ketuanya adalah Wahyu Prasetyo, Wakil Ketua PN Medan.
Dalam putusan yang dibacakan Senin (27/8/2018) Merry menyatakan dissenting opinion. Tamin divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar.