TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga adanya aliran dana yang diterima Partai Golkar terkait kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1.
"Prediksi kita sudah ada mengarah ke sana, tapi perlu pembuktian kembali," ucap Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/8/2018).
Dugaan KPK dikuatkan oleh pernyataan salah satu kadernya yang menjadi tersangka dalam perkara tersebut.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih, pernah mengakui sebagian uang yang diterimanya dari perkara itu, sebesar Rp 2 miliar digunakan untuk keperluan Munaslub Golkar.
Jika benar hal tersebut terjadi, disampaikan Basaria, pihaknya tidak menutup kemungkinan akan memanggil Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto.
"Bisa saja. Namun, kita belum mentarget kapan harus diperiksa. Nanti kita tunggu penyidik saja," tuturnya.
Kemudian, jika ditemukan adanya aliran dana yang diterima Partai Golkar, KPK bakal memberikan sanksi pidana korporasi terhadap partai berlogo pohon beringin tersebut.
"Kalau terbukti ya. Nanti dipikirkan dulu," kata Basaria.
Pada kasus ini, KPK baru menetapkan tiga orang tersangka, yakni Wakil Ketua Komisi 7 DPR RI, Eni Maulani Saragih; pemilik Blackgold Natural Insurance Limited, Johannes Budisutrino Kotjo; dan mantan Sekjen Golkar, Idrus Marham.
Idrus diduga secara bersama-sama dengan Eni menerima hadiah atau janji dari Johannes terkait kasus ini.
Idrus disebut berperan sebagai pihak yang membantu meloloskan Blackgold untuk menggarap proyek PLTU Riau-1.
Mantan Sekjen Golkar itu dijanjikan uang USD 1,5 juta oleh Johannes.
Hal tersebut terjadi jika Johannes berhasil menggarap proyek senilai USD 900 juta itu.
Eni sudah mengakui sebagian uang yang diterimanya sebesar Rp 2 miliar dari Kotjo digunakan untuk keperluan Munaslub Golkar.
Namun, Eni tidak menyebut secara pasti jumlah uang suap yang masuk ke kegiatan partainya.
Eni pun telah mengembalikan uang Rp 500 juta ke KPK.
Sementara Partai Golkar mengembalikan Rp 700 juta ke KPK.