Sementara sekarang kan sawah dan perkebunannya sudah tidak ada karena sudah berubah jadi perkotaan tapi airnya kan masih ada yang 8 kubik per detik itu.
"Seharusnya, ada perubahan mekanisme sekarang bagaimana karena lingkungan sudah berubah, pertaniannya sduah tidak ada, ini dijadikan suplai untuk urban, untuk pengairan di perkotaan supaya air bersihnya ada,” ujarnya.
Adanya potensi air yang bisa digunakan sebanyak 8 ribu liter per detik yang bisa melayani sekitar 80 orang per detik.
Jika dikalikan 24 jam, sudah berapa juta orang yang bisa dilayani.Jadi untuk suplai air ke perkotaan tidak usah khawatir.
“Jadi saya melihat, pembatalan MK (Mahkamah Konstitusi) atas UU SDA Tahun 2004 itu lebih ke arah SPAM, karena banyak yang harus dibenahi melalui UU SDA yang baru nanti,” ujarnya.
Sayangnya dalam draf RUU yang sudah disusun atas inisiatif DPR belum menunjukkan adanya pembenahan itu.
Misalnya yang sederhana saja mengenai kata “swasta” dalam RUU SDA yang tidak didefenisikan siapa saja yang masuk di dalamnya.
Sebagai contoh petani yang betul-betul berusaha sendiri di lahan sendiri, itu masuk swasta atau tidak?
“Menurut saya itu swasta murni lho.Artinya,pengertian swasta itu harus didefenisikan secara jelas siapa yang dimaksud swasta,” ucapnya.
Kedua, akses terhadap air itu disebutkan bahwa yang dijamin negara itu 2 liter perdetik per hektar untuk petani.
"Ini sangat riskan karena kalau 2 liter perdetik itu kita bicara sawah. Artinya, negara harus menjamin ketersediaan air untuk petani sebanyak 16 kubik per hari. Apa negara mampu menyediakan air sebanyak itu. Ini tercantum di undang-undang lho. Kita kan tidak ingin membuat undang-undang yang terlalu tinggi tapi tidak bisa diimplementasikan,” ujar Nana.