TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung langsung mengajukan banding.
Hal itu dia lakukan setelah mendengarkan vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap dirinya selama 13 tahun penjara dan denda Rp 700 juta subsider 3 bulan kurungan.
Saat majelis hakim mempersilahkan Syafruddin berkonsultasi dengan kubu kuasa hukum, dari kursi terdakwa tampak Syafruddin menjawab dengan lantang tidak perlu lagi berkonsultasi.
"Ini menyangkut keadilan pada diri kami. Kami sudah sering konsultasi. Satu hari pun saya dihukum, kami akan melawan menolak. Kami minta tim kami saat ini juga segera lakukan banding," tegas Syafruddin, Senin (24/9/2018).
Baca: Syafruddin Arsyad Temenggung Divonis 13 Tahun Penjara dan Denda Rp 700 Juta
Sementara itu, kubu jaksa ketika ditanya hakim tanggapannya atas vonis, masih akan pikir-pikir. Atas vonis yang diterimanya, raut wajah Syafruddin terlihat tenang, dia pun tidak menangis.
Diluar persidangan, Syafruddin kembali menegaskan dia merasa punya hak untuk mencari keadilan melalui jalur banding.
"Tadi sudah saya katakan, satu haripun, satu detikpun saya dihukum, saya aakan banding. Jadi saya tidak perlu konsultasi lagi pada siapapun. Saya belum dapat keadilan dalam proses ini," ungkapnya.
"Banding adalah proses yang wajar. Saya sudah bekerja sebaik-baiknya dan bangsa ini keluar dari krisis. 15 tahun kemudian saya dapat hukuman. Ini jauh dari keadilan dan akan saya perjuangkan. Ini persoalan kepastian hukum ya," tambah Syafruddin lagi.
Diketahui putusan yang diterima Syafruddin ini lebih ringan dua tahun jika dibandingkan dengan tuntutan jaksa KPK selama 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dalam memutus, majelis turut mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan yakni perbuatan terdakwa bertentangan dengan sikap pemerintah yang gencar memberantas korupsi, tidak mengakui perbuatannya dan korupsi adalah kejahatan yang luar biasa.Hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan serta belum pernah dihukum," ucap hakim Yanto.
Syafruddin didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Dia dianggap telah memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.
Eks Kepala BPPN ini juga diduga terlibat dalam kasus penerbitan SKL BLBI bersama Dorojatun Kuntjoro Jakti, mantan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan) kepada Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim selaku pemegang saham BDNI pada 2004.