Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian sedikit memaparkan pemetaan potensi gejolak di masyarakat selama seleksi CPNS 2018.
Tito mengatakan, gejolak itu dapat terjadi karena ketidakpuasan para peserta seleksi melihat hasil.
Baca: Dua Pelajar Rampok dan Bawa Kabur Motor Teman Sekolahnya, Korbannya Dibuang ke Sungai
"Ini melibatkan massa masyarakat besar, hampir 5 juta. Sedangkan yang diterima 200 ribuan. Melibatkan massa mungkin ada yang puas dan tidak puas. Residu keluar ke gejolak potensi, gejolak urusan polisi," ujar Tito saat ditemui di kantor Kementerian PANRB, Jumat (28/9/2018).
Selama ini, kata dia, Polri hanya dilibatkan menangani saat sudah terjadi gejolak.
Untuk itu, dia menilai, diperlukan pelibatan aparat keamanan itu mulai dari awal supaya potensi gejolak dapat diredam.
Dia menjelaskan, salah satu cara untuk meredam gejolak dengan cara melakukan seleksi CPNS secara transparan dan bersih.
"Maka yang terpilih diakui. Kalau itu diakui nilai terbuka jelas dan transparan. Gejolak tidak akan terjadi," kata dia.
Menurut dia, bentuk pelibatan sejak awal itu berupa penggunaan teknologi informasi dan intelijen. Namun, dia mengaku belum dapat menyebutkan berapa personel yang akan dikerahkan di tingkat pusat ataupun daerah.
"Kami berusaha maksimal untuk menjaga agar rekrutmen ini betul dapat dilaksanakan bersih, transparan. Calo kami sikat," tegasnya.
Dia mencontohkan, bagaimana instansi Polri di bawah kepemimpinannya sukses menggelar proses rekrutmen anggota polisi. Hal ini dikarenakan prinsip bersih dan transparan yang dilakukan.
Baca: Eni Jelaskan Isi Pertemuan di Kediaman Airlangga Hartarto ke Penyidik KPK
Oleh karena itu, dia menambahkan, akan menerapkan metode seleksi itu pada saat seleksi CPNS.
"Di Polri menciptakan rekrutmen bersih. Satu tahun 10 ribu polisi. Dua tahun terakhir tidak ada gejolak. Oleh karena itu, kami membantu pengalaman di Polri. Pembanding mungkin ada beberapa inovasi dapat di-sharing," tambahnya.