TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus muda PDI Perjuangan Giyanto kembali melontarkan kritik tajam kepada Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang menurutnya, getol menyuarakan nonton bareng (nobar) film G30S/PKI.
Anggota DPRD Jawa Timur itu menyebut Fadli terus menyuarakan nobar film G30S/PKI guna menggiring opini. Giyanto menduga, untuk menyudutkan pihak yang secara politik tidak satu barisan dengan politikus Gerindra tersebut.
“Arahnya mudah ditebak. Secara tidak langsung Fadli Zon mau mengarahkan hoaks dan fitnah bahwa pemerintahan saat ini beserta koalisi pendukungnya prokomunis,” ujar Giyanto dalam pernyataannya yang diterima tribunnews.com, Sabtu (29/9/2019).
Politikus asal Pacitan itu menegaskan sebagai pejabat negara harusnya bisa menjaga kenegarawananya sebagai Wakil Ketua DPR RI untuk menjaga ucapan yang memperkeruh suasana Indonesia yang damai ini.
Giyanto kemudian mengungkap, mengingat foto Fadli saat menziarahi makam Karl Marx di London, Inggris. Bahkan, Fadli dalam foto di depan makam bapak Komunisme, kata Giyanto, terlihat membawa bunga. Fadli Zon sebelumnya pernah menyampaikan klarifikasinya tentang fotonya di kuburan Karl Marx.
Menurutnya, menziarahi makam para tokoh sudah menjadi hobinya. Fadli menegaskan ziarahnya ke makam Karl Marx bukan karena karena mengagumi komunis. Dia beralasan ziarah itu untuk pengetahuan.
Sebelumnya, melalui Twitter miliknya, @fadlizon, Fadli mengatakan jika film tersebut merupakan film sejarah yang bisa dinikmati oleh rakyat."Bagus sekali klu ditayangkan agar rakyat mengerti sejarah. Pengkhianatan PKI nyata n fakta," kicau Fadli Zon.
Sementara itu Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dikutip dari tribunjakarta.com mengatakan, pilihan untuk menonton bareng atau tidak film tersebut adalah hak setiap warga.
TNI seharusnya tidak dipaksa mengambil tindakan yang rawan disalahgunakan oleh kelompok elite politik tertentu. Pernyataan Usman Hamid sekaligus merespon mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang menuliskan tantangan agar ada nonton bareng film G30S/PKI. Tantangan itu sampaikan di akun pribadi twitter-nya @Nurmantyo_Gatot.
"Kalau KSAD tdk berani memerintahkan nonton bareng film G-30S/PKI, bgaimana mau mimpin prajurit pemberani & jagoan2 spt Kostrad, Kopassus, & semua prajurit TNI AD. Kok KSAD-nya penakut... ya sudah pantas lepas pangkat. Ingat! Tdk ada hukuman mati utk perintah nonton bareng,...," kata dia.
“Mempersoalkan sikap Panglima TNI dan KSAD dengan kesan seolah-olah takut dan membuat prajurit menjadi penakut jika tidak memerintahkan nonton bareng film G30S/PKI, itu adalah upaya politisasi TNI," kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Jumat (28/9/2018) lalu.
"Prajurit di mana pun, dan juga masyarakat tak bisa dipaksakan untuk menerima satu versi sejarah. Mereka sudah mengerti adanya versi sejarah yang berbeda. Adalah hak setiap orang apakah mau menonton film G30S/PKI atau merujuk film dan literatur alternatif lainnya” tambah Usman.
Usman mengingatkan, tahun lalu, semasa Panglima TNI Gatot Nurmantyo, ada kelompok masyarakat yang terpengaruh oleh isu ini sehingga terlibat aksi penyerangan dan perusakan kantor Yayasan LBH Indonesia.
"Ini adalah intimidasi terhadap pembela HAM. Brutalitas pelaku membuat aparat keamanan kewalahan, baik anggota Polri maupun prajurit TNI yang ikut mengamankan. Beberapa polisi bahkan mengalami luka-luka. Tapi pelaku tidak dihukum," beber Usman.