TRIBUNNEWS.COM, SULAWESI TENGAH - Teriknya sinar matahari siang sangat menyengat kulit.
Udara panas begitu terasa dan semakin membuat dahaga ditenggorokan.
Sesekali semilir angin sepoi-sepoi membuat kulit yang basah oleh keringat terasa sejuk.
Meski cuaca begitu terik, beberapa warga Palu tetap semangat mengumpulkan besi-besi dari reruntuhan gudang di kawasan pergudangan di Jalan Soekarno-Hatta, Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Dengan bermodalkan palu, gergaji besi dan linggis mereka menghancurkan puing-puing dan memisahkan besinya.
Menurut Suhaimi, salah warga yang rumahnya luluh lanta akibat terjangan tsunami mengaku sengaja mengumpulkan besi-besi untuk biaya hidup nya sehari-hari.
"Lumayan buat dijual lagi, nambah-nambah biaya untuk bertahan hidup, sangat sulit disini sekarang," ujar Suhaimi sambil memotong besi dari puing bangunan.
Walaupun sudah dilarang oleh pihak kepolisian Suhaimi tetap memasukan besi yang sudah dipotongnya ke dalam karung yang sudah Ia persiapkan.
Besi-besi itu menurutnya akan dijualnya ke pengepul seharga Rp 7.000 sampai Rp 10.000 per kg nya.
"Bisa buat modal lagi," ucap Suhaimi yang sudah mengumpulkan 50 kg besi itu.
Serupa dengan Suhaimi, Rudi juga mengumpulkan besi-besi sisa reruntuhan gudang.
Tidak hanya besi, Rudi pun mengumpulkan seng-seng yang menurut Ia masih laku dijual.
Rudi merupakan warga Talise yang sahari-hari bekerja sebagi nelayan.
"Ini lumayan besi sama seng gratisan, bisa dijual lagi atau dilebur. Harganya juga lumayan, selama belum bisa kelaut ya gini aja ," ucap Rudi yang sudah mengumpulkan besi sebanyak 20 kg itu.
Sebagai gambaran kawasan pergudangan di Jalan Soekarno Hatta, Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah, berada di tepi pantai Mamboru.
Disana banyak gudang yang digunakan oleh perusahan-perusahaan untuk menyimpan logistiknya, diantara ada gudang semen, cat, pupuk, aneka sembako, dan prabotan rumah tangga lainnya.