News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Terungkap Nasab Kiai Ma’ruf: Bertemunya Darah Santri dan Priyayi, Ulama dan Umara

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Calon wakil presiden (Cawapres) Prof Dr KH Ma’ruf Amin melakukan lawatan ke Bangkalan, Madura, Jum’at (19/10/2018).

TRIBUNNEWS.COM, MADURA - Calon wakil presiden (Cawapres) Prof Dr KH Ma’ruf Amin melakukan lawatan ke Bangkalan, Madura, Jum’at (19/10/2018).

Wasekjen PBNU asal Bangkalan KH Masduki Baidlowi mengatakan lawatan Kiai Ma'ruf memiliki tiga pesan.

“Pertama, Abah (sapaan Kiai Ma’ruf) bersilaturahmi untuk mencari akar dan asal usul nasab. Intinya, beliau ingin menyambung silaturrahmi. Abah adalah keturunan Nyai Arusbaya, nenek moyang raja-raja Madura,” kata Masduki.

“Kedua, beliau ingin menebar semangat Hari Santri (berpuncak pada 22 Oktober), agar sebagai generasi milenial, santri punya cita-cita tinggi. Karena sudah zaman digital, maka santri harus melek digital. Mau menjadi ahli agama maupun santripreneur, kita harus melek digital. Karena kalau tidak, kita akan tertinggal,” lanjut Masduki, yang juga alumni Pesantren Sidogiri, Pasuruan ini.

“Pesan ketiga, Abah ingin menyampaikan pemikiran tentang pentingnya ulama ikut mengurus dan menjaga negara. Untuk mengatasi masalah-masalah kenegaraan negara,” Masduki memaparkan.

Baca: Jokowi Dinilai Pro Islam, Tebukti Terpilih sebagai Muslim Berpengaruh Ke-16 di Dunia

Dalam kunjungan Kiai Ma’ruf ke Pendopo Bupati Bangkalan, Madura, dan Pesantren Hidayatulloh Al-Muhajirin, Desa Buduran, Kecamatan Arosbaya, Bangkalan, kembali terungkap, sisi lain jalur leluhur Kiai Ma’ruf Amin.

Selain memiliki pertalian nasab dengan para ulama besar, Kiai Ma’ruf juga punya pertalian keturunan dengan para bangsawan (umara’).

Pendopo Bangkalan, simbol pusat pemerintahan, tempat berkiprah Priyayi-Umara’, dan Pesantren Al Muhajirin Arosbaya, simbol Santri-Ulama, sama-sama terdapat jejak nasab Kiai Ma’ruf. Acara di Pesantren Al Muhajirin dihadiri 110 kiai khos se-Madura, 750 alumni santri, Banser dan masyarakat umum. Hadir pula Bupati Bangkalan, Kapolres dan tokoh masyarakat se Madura.

Di Pesantren Al Muhajirin Arosbaya, Kiai Ma’ruf menerima pedang terbungkus kain, yang diserahkan pengasuh pesantren, KH Linul Qarbih Hamzah Amjad, yang juga keturunan Nyai Arosbaya.

“Pedang itu turun temurun dari buyut Arosbaya yang mengandung pesan keberanian untuk meraih kemerdekaan dan membela kebenaran,” terang KH Cholil Nafis, Pengasuh Pesantren Cendekia Amanah, Depok, Jawa Barat, yang asal Sampang, Madura.

“Itu berarti, pesantren menyerahkan kepemimpinan para kiai Madura kepada Kiai Ma’ruf untuk diperjuangkan lewat jalur structural,” Cholil Nafis menambahkan.

Kiai Ma’ruf lebih sering dikenal sebagai cicit keponakan dari Syeikh Nawawi al-Bantani, penulis produktif banyak kitab, juga cucu keponakan Syekh Arsad Towil, guru para ulama Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina Selatan; dan ulama lain, sebagaimana pernah dipaparkan Iim Imaduddin Utsman, anggota Lembaga Pemangku Adat Kesultanan Banten.

Dari lacakan jejaring silsilah Nyai Arosbaya, makin luas spektrum leluhur Kiai Ma’ruf. Dari kalangan ulama, terlacak pula jalinan dengan dua dari Sembilan wali songo -Sunan Gunung Jati dan Sunan Ampel.

Dari jalur umara’, ada sambungan dengan Maulana Hasanuddin, Sultan Banten, Prabu Geusan Ulun, Raja Sumedang Larang, dan Sultan Trenggono, putra Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak.

"Saya Keturunan Madura,” kata Kiai Ma'ruf di Pesantren Hidayatulloh Al-Muhajirin, Arosbaya, Bangkalan.

“Dari Kiai Demong Plakaran Arosbaya, salah satu Raja di Bangkalan. Beliau mempunyai anak bernama Raden Kiai Pragalba. Cucu beliau yang di Pamekasan –sebelah Timur Bangkalan, diperistri Raja Sumedang Larang yang kemudian diberi gelar Nyai Ratu Harisbaya, diambil dari (kata) Arosbaya. Dari sana kemudian lahir mbah-mbah saya," Kiai Ma’ruf mengurai.

Di Pendopo Bangkalan, pada dinding sisi kiri podium saat Kiai Ma’ruf memberi sambutan di Pendopo itu, terdapat prasasti berjudul “Silsilah Keturunan Cakraningrat dan Bupati Bangkalan”. Tertulis di sana, Kyai Demong Plakaran adalah cucu Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit.

"Karena saya berdarah Madura, mana mungkin saya lupa Madura," ucap Kiai Ma’ruf.

Putra Kiai Pragalba, bernama Suhra Pradoto, menurut Iim Imaduddin Utsman, menikah dengan Ratu Pambayun, putri Sultan Trenggono, Demak, yang adalah cucu Sultan Ampel. Pasangan Suhra Pradoto dan Ratu Pambayun ini melahirkan Ratu Harisbaya atau Nyai Narantoko.

Ratu Harisbaya menikah dengan Prabu Geusan Ulun, Raja Sumedang Larang, dan salah satu putranya, Pangeran Wiraraja I, memiliki cicit bernama Raden Ayu Fathimah, dinikahi TB Mahmud, cicit Maulana Hasanuddin, Sultan Banten, putra Sunan Gunung Djati, Cirebon, cucu Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran. Nasab Kiai Ma’ruf dengan banyak nama besar ulama dan umara’ itu kerap melalui jalur putri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini