"Persyaratan dari instansi penyelenggara hanya mencantumkan kualifikasi pendidikan saja, tanpa mencantumkan persyaratan secara spesifik," kata Laode.
Dalam temuannya, Laode mengambil contoh persyaratan untuk menjadi Guru Bahasa Indonesia di Madrasah Ibtidaiyah hanya mencantumkan kualifikasi Pendidikan S1 Bahasa Indonesia, tanpa mencantumkan formasi tersebut dokhususkan untuk calon perserta yang beragama islam.
Ombudsman, dilanjutkan Laode, juga menemukan permasalahan dalam tatarannya di bidang pendidikan sang pelamar.
Baca: Jokowi Dilaporkan ke Bawaslu, Moeldoko: Kampungan Lah Itu
"Kemudian juga ada perbedaan antara nomenklatur program studi dengan kebutuhan formasi jabatan yang tidak diakkmodasi," ungkapnya.
Dalam temuan Ombudsman, dikatakan Laode, adanya perbedaan penafsiran kualifikasi pendidikan antara yang ditetapkan oleh Menteri PAN-RB, instansi penyelenggara, dan peserta.
Selain itu, masih terkait program studi, Laode mengatakan ketidaklulusan dalam seleksi adaministasi dikarenakan di ijazah atau transkip tidak tertylis konsentrasi peminatan.
"Ini persoalan mendasar di penamaaan yang digunakan pada setiap jurusan di perguruan tinggi negeri, karena untuk S1 atau D3 lebih kepada rumpun keilmuan yang sama dan sejenis. Ilmu hukum misalnya, itu tidak perlu ditambahi misalnya dengan Ilmu Hukum Pidana karena ya masih S1, dan ini yang jadi problem," katanya.
Adapun catatan terkait masalah seleksi administrasi CPNS 2018 tersebut, dilatakan Laode, menjadi perhatian serius bagi Kemen PAN-RB dan Instansi Penyelenggara untuk seleksi ke depannya.
"Kami apresiasi tapi tetap di lapangan masih berantakan dan masih terjadi banyak masalah," pungkas pria asal Sulawesi tersebut.