TRIBUNNEWS.COM, KARAWANG - Perjalanan sekitar dua jam dari Pantai Tanjung Pakis Karawang, Tribun bersama nelayan setempat, mencoba menyambangi lokasi dugaan jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di perairan Tanjung Karawang, Selasa (30/10).
Adalah Katup pria berusia 68 tahun yang menjelaskan tentang lokasi yang menjadi dugaan pesawat nahas tersebut jatuh.
Sembari menghisap kreteknya, Pak Katup, begitu kami menyapanya, menceritakan lokasi itu merupakan 'surga'-nya Udang Cirebung di Karawang.
Hampir setiap hari, para nelayan mendapatkan tangkapan udang yang melimpah di lokasi itu.
"Iya. Lokasinya memang buat tangkap Udang. Gede-gede udangnya, harganya mahal lagi," ucap dia sembari menunjuk ke sebuah titik yang menampakkan beberapa kapal dari kejauhan.
Bersama anaknya, Adrian yang berusia 21 tahun yang memegang kemudi, Katup terus bercerita tentang lokasi temuan puing pertama itu.
Dia mengatakan, setiap nelayan hanya perlu menyebar jaring ke arah lautan, maka dua sampai tiga kilogram akan didapat oleh mereka.
Tak jarang, puluhan nelayan berada di lokasi yang sama untuk mendapatkan Udang Cirebung.
"Bisa rebutan. Kadang atas bawah itu ada jaring karena memang banyak sekali di sana, 20 ekor bisa satu kilogram, jualnya bisa Rp 100 ribu sendiri," ungkapnya.
Baca: 5 Kali Peluk Calon Suami saat Berpisah, Intan: Jaga Diri Baik-baik
Tribunnews mencoba terus mengorek cerita itu, tetapi terhenti. Ada hal menarik saat di satu jam pertama perjalanan menuju lokasi.
Ombak saat itu masih tenang. Tribun dan beberapa wartawan yang berada dalam satu kapal yang sama, sejenak memastikan barang-barang yang ada di permukaan laut.
Sampah tampak berserak di lautan yang jernih. Sampah busa, bekas makanan, plastik makanan ringan, serta beberapa kertas tampak di permukaan. Hal yang tidak terlihat sepanjang perjalanan.
Baca: Menyusul Kecelakaan Lion Air, Pesawat Boeing 737 Max 8 di Indonesia Akan Diperiksa
Pak Katup, nelayan yang sudah melaut selama 50 tahun di daerah itu sempat berucap singkat. Biasanya, kata dia, lautan memang jernih.
Hampir tidak ada sampah yang berserak selama dia melaut. Paling, lanjutnya, hanya saat hari raya Lebaran tiba, ketika banyak pengunjung ke pantai Tanjung Pakis menghabiskan liburan.
"Ya mungkin dari pesawatnya sudah sampai di sini. Lokasinya tinggal sedikit lagi kok," katanya singkat.
Sibuk di Lokasi Temuan
Belasan perahu karet mulai terlihat ketika Tribun mulai memasuki lokasi penemuan serpihan pesawat Lion Air JT 610 untuk pertama kalinya.
Beberapa perahu karet berisi penyelam dari TNI Angkatan Laut yang mengenakan baju Detasemen Jalamangkara (Denjaka).
Beberapa lainnya berisi anggota Basarnas dari Jakarta dan Jawa Barat. "Lihat paket tadi enggak,bro?" teriak seorang petugas Basarnas mengarah ke kami.
Pak Katup menggelengkan kepala. "Kalau nemu, kasih tahu ya," teriak anggota memberikan acungan jempol.
Tidak hanya di laut, dari udara, suara baling-baling helikopter yang terbang rendah begitu terdengar. Suaranya membalap suara mesin solar yang ada dihadapan kami.
Silih berganti helikopter milik kepolisian dan Basarnas tampak mengudara. Beberapa kali tampak diam, tidak lama jalan lagi. Begitu terus selama Tribun berada di lokasi itu satu setengah jam lamanya.
Direktur Kesiapsiagaan Basarnas Didi Hamzar menegaskan pihaknya akan 'all out' mencari korban dan bangkai pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10/2018) pagi.
Didi mengatakan Basarnas bersama tim lain terus melakukan pencarian dengan berbagai sumber daya yang ada.
"Kita di sana (lokasi pencarian) berbuat semaksimal mungkin," kata Didi di Kantor Pusat Basarnas.
Didi menuturkan proses pencarian dilakukan perdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Basarnas dan sesuai dengan standar internasional. Proses pencarian juga diprioritaskan di permukaan dan di bawah laut.
Dengan demikian, dia berharap proses pencarian tidak berlangsung lama. "Sehingga (mudah-mudahan) bisa didapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan," tandas Didi.