TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil sampel suara dari Bupati nonaktif Bekasi, Neneng Hasanah Yasin.
Neneng Hasanah Yasin merupakan salah satu tersangka dalam kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan pengambilan sampel tersebut dilakukan untuk keperluan pembuktian.
"Sebelumnya, KPK telah mendapatkan bukti komunikasi sejumlah pihak terkait dugaan suap proyek Meikarta ini," kata Febri, Jakarta, Rabu (7/11/2018).
KPK pada hari ini mengagendakan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi dalam kelanjutan proses penyidikan kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta.
Ketiga saksi tersebut, yaitu Neneng Hasanah Yasin, Bupati nonaktif Bekasi, yang dilakukan pemeriksaan silang dengann tersangka Jamaludin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.
Sementara itu, satu saksi lainnya adalah Kuswaya, Kepala Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, yang diperiksa untuk tersangka Billy Sindoro.
Pada pemeriksaan 5 November lalu, Direktur Operasional Lippo Grup sekaligus tersangka kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta Billy Sindoro mengatakan dari dua kali pertemuan dirinya dengan Neneng Hasanah Yasin selaku Bupati Bekasi, satu di antaranya membicarakan urusan Corporate Social Responsibility (CSR).
Baca: Kuasa Hukum: Kenapa yang Diincar KPK Hanya Lucas?
Dalam pertemuan tersebut Billy selaku pihak Lippo ingin melihat respon Neneng Hasanah Yasin terkait dengan CSR yang dirinya ajukan.
"Pertemuan kedua saya di Hotel Axia ingin melihat respon Ibu (Neneng Hasanah Yasin), gimana kalau saya mengusulkan kepada rumah sakit siloam, (untuk) membuka rumah sakit kecil dulu untuk CSR. Untuk wilayah itu, saya ingin tahu respon Ibu," ucapnya usai menjalani pemeriksaan di KPK, Senin (5/11/2018).
Oleh karena yang diusulkan hendak dibangun adalah rumah sakit kecil ukuran kelas C, maka itu diperlukan izin Bupati, lanjut Billy.
Pertemuan tersebut, tambahnya, berlangsung tidak lama serta tidak ada pembicaraan mengenai uang.
"Pertemuan cepat sekali, 10 sampai 15 menit itu pertemuan sudah selesai. Tidak ada bicara lain apalagi bicara uang," jelasnya.
Selain itu, Billy mengaku tidak mengenal atau pun pernah bertemu dengan jajaran Pemerintah Kabupaten Bekasi, melainkan dengan salah satu konsultan freelance yang dikatakan Billy Sindoro pernah menawarkan jasa untuk proyek Meikarta.
Dia tidak menyebutkan siapa nama konsultan tersebut, tetapi yang bersangkutan dulu pernah bekerja di Rumah Sakit Siloam dan keluar sekitar tahun 2016.
"Saya ditanya apakah pernah memberikan uang kepada mereka (para konsultan) dalam bentuk apapun. Saya bilang tidak pernah memberikan apapun, uang dalam bentuk apapun kepada konsultan-konsultan freelance," ungkap Billy.