Hal tersebut merupakan sebuah langkah besar, mengingat pada pemilu 2014 silam PBB merupakan partai pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
"Kita sudah bolak‑balik ikut pemilu, namun selalu gagal. Kalau kita gagal terus, lantas apa tujuan berpartai kita ini? Oleh karena itu, kita perlu siasat dan strategi berbeda untuk membesarkan partai," katanya.
Meskipun demikian, langkahnya menjadi penasihat hukum pasangan Jokowi‑Ma'ruf Amin tak lantas PBB harus ikut mendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 01 tersebut.
Menurutnya, hingga kini, partainya belum memutuskan arah dukungan.
"Dukungan di pilpres masih akan diputuskan pada rakornas 2019 mendatang. Kita perlu menyiapkan strategi maupun bekal sebelum akhirnya mendukung di pilpres," tegas Yusril.
Masuk eksekutif
Pada pemilu 1999, PBB sukses meraih sekitar dua juta suara (dua persen) dan 13 kursi DPR. Sedangkan di Pemilu 2004, suara PBB meningkat ke angka 2,9 juta (2,62 persen) dan 11 kursi DPR.
Yusril berharap kepada seluruh kader untuk bersinergi mampu meraup suara terbanyak. Kesuksesan di pemilu, menurutnya bukan hanya mengembalikan kejayaan PBB di parlemen.
Namun, juga kesuksesan PBB dengan menduduki jabatan eksekutif. "Partai bukan merupakan tujuan melainkan hanya sebagai alat untuk mewujudkan tujuan. Tujuan kita sangat jelas, yakni membela kepentingan rakyat," tegas Yusril.
Apabila PBB dapat meraih kursi di parlemen, akan sekaligus mengakhiri keterpurukan partai selama sepuluh tahun terakhir.
Bukan tidak mungkin, PBB mendapat kursi di jajaran eksekutif, di antaranya menteri.
"Kader PBB ada yang pernah menjadi menteri, jajaran di Mahkamah Agung, hingga duta besar. Mari kita ulangi kesuksesan tersebut," tegas mantan Menteri Hukum dan Perundang‑undangan Indonesia ini.
Sebaliknya, kesuksesan tersebut tak akan dapat diraih kalau PBB tak memiliki kursi di parlemen.
"Kalaupun mendukung saat pilpres, paling masuk kabinet hanya dua bulan. Setelah itu di-reshuffle," kata Yusril.