Kegiatan juga dimeriahkan dengan pameran produk lada dan lomba-lomba lainnya seperti pengenalan komoditas lada kepada anak-anak melalui lomba mewarnai.
Topik lokakarya tahun ini mengupas tentang pembangunan peta jalan (roadmap) lada nasional, penerapan sistem resi gudang untuk meningkatkan harga, program kredit usaha bagi petani, pemberdayaan petani lada. dan strategi pemasaran melalui Sertifikasi Indikasi Geografis.
Sedangkan tahun lalu, lokakarya yang dilaksanakan dalam rangkaian Hari Lada 2017 menghasilkan rekomendasi untuk pengembangan sektor lada nasional yang ditindaklanjuti melalui lokakarya tahun ini.
"Implementasi rekomendasi ini melibatkan banyak pemangku kepentingan yang tidak dapat berjalan sendiri. Karenanya, kita perlu kolaborasi secara kontinu untuk membuat pemangku kepentingan saling bersinergi dalam mengembangkan sektor lada,” pungkas Deny.
Sekilas Lada Indonesia
Dalam sejarah Indonesia, lada merupakan komoditas yang memegang peranan penting. Sejak akhir abad ke-16, Indonesia merupakan pemasok utama dalam perdagangan lada dunia. Hingga saat ini, lada masih menjadi salah satu jenis rempah yang memberikan kontribusi utama dalam penerimaan devisa negara.
Tahun 2017, produksi lada Indonesia sesuai data IPC adalah 70 ribu ton dengan pangsa pasar 13 persen. Indonesia merupakan negara produsen terbesar kedua setelah Vietnam.
Sebanyak 42 ribu ton lada diekspor dan menyumbangkan devisa bagi ekspor nonmigas Indonesia senilai USD 236 juta. Khusus lada putih, Indonesia berada di atas Vietnam. Produksi lada putih Indonesia sejumlah 40 ribu ton adalah nomor satu di dunia dengan pangsa pasar 37 persen.
Sedangkan Vietnam memproduksi lada putih sebanyak 25 ribu ton. Adapun negara tujuan ekspor utama Indonesia adalah Vietnam, Amerika Serikat, India, Singapura, dan Jerman.
Salah satu keunggulan lada Indonesia adalah telah memiliki sertifikasi Indikasi Geografis yaitu lada putih Muntok dan lada hitam Lampung.(*)