TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siti Hardiyanti Rukmana atau yang akrab disapa Mbak Tutut menghadiri Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Darusaalam, Fatmawati, Jakarta Selatan.
Kehadiran Mbak Tutut sekaligus dalam rangka memenuhi undangan dan bersilaturahim dengan jamaah Majelis Taklim Faqihatuddin.
Dalam peringatan maulid tersebut, Tutut mengajak jemaah yang hadir senantiasa menanamkan sifat sabar.
Baca: BMKG Pastikan Gelombang Tinggi di Selat Sunda Tsunami yang Dipicu Erupsi Gunung Anak Krakatau
Sabar, katanya, merupakan satu akhlak yang diajarkan Rasulullah kepada umatnya.
Putri sulung Soeharto ini juga mengingatkan jemaah agar tidak sedikitpun menjadi pribadi pendendam.
Mbak Tutut bercerita, sewaktu Presiden Soeharto memilih berhenti dari jabatannya, ia dan anak-anak lainnya dipanggil menghadap.
"Waktu Bapak berhenti jadi presdien kami anak-anaknya dipanggil," ujar Tutut dalam keterangan yang diterima, Sabtu (22/12/2018) pagi.
Baca: Hilang Seusai Tsunami, Vokalis Grup Band Seventeen: Minta Doanya Agar Istri Saya Cepat Ketemu
Soeharto pun mengutarakan niatannya untuk berhenti menjadi Presiden.
Soeharto berhenti karena sebagaian rakyat memintanya mundur.
"Kenapa Bapak berhenti, karena sudah diminta rakyat," ujar Tutut mengingat kembali kejadian 20 tahun silam.
Baca: Perempuan Milenial Indonesia Makin Bersemangat Terbangkan Pesawat
Pernyataan Soeharto membuat anak-anaknya terkejut,
"Pak kenapa, Bapak tidak melalukan sesuatu, karena yang sayang Bapak juga banyak," ujar Tutut.
"Jangan kalau diteruskan nanti bisa perang saudara," ujar Tutut menirukan kata-kata Soeharto.
Soeharto mengumumkan pemberhentian dirinya, Soeharto berhenti dengan hati legowo.
Di sela-sela perbincangan itu, Soeharto sempat berpesan kepada putra-putrinya.
Dia ingin anak-anaknya menjadi pribadi penyabar.
Ia juga meminta agar mereka tidak menjadi pendendam.
"Sampai saat ini kami terus mengikuti kata Bapak, ingat sabar dan jangan dendam," tutur Tutut.
Tutut merasa bersyukur karena lahir dari seoarang ayah dan ibu yang teguh memegang ajaran Rasulullah.
"Bapak ternyata mengikuti apa kata rasul yang selalu sabar dan tidak pernah dendam. Alhamdulillah, saya lahir dari orang tua saya yang demikian," tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, tak sedikit jemaah yang curhat kepada Tutut, mereka mengatakan rindu dengan kepeimpinan Soeharto.
Satu di antaranya Maimunah, seorang jamaah asli Tegal.
Ia merasa kepresidenan sekarang ini jauh kualitasnya dibanding 32 tahun lalu. Maimunah mengungkapkan perasaannya sambil menahan tangis.
Berkali-kali Tutut merangkul Maimunah menenangkannya.
Kerinduan yang sama juga diungkapkan Kyai Munahar Mukhtar, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta.
Pada awal ceramahnya, ia mengajak jamaah turut mendoakan Tutut dan keluarganya.
"Mbak Tutut kita doakan sehat terus, kita kangen sama zaman Pak Harto. Mudah mudahan besok sama pemimpinnya seperti Pak Harto," kata Munahar.
Umanah Hulwani Hidayat, Pimpinan Majelis Taklim Faqihatuddin merasa senang Tutut bersedia memenuhi undangannya.
Dia mengaku, sudah lama menantikan kehadiran Tutut di majelisnya.
"Mudah mudahan putri (mantan) presiden kita bisa hadir sebagai hadiah hari ini. Ada sekitar lima ribu jemaah yang hadir, mudah-mudahan terlepas semua capeknya. Kemaren kita cuma bisa lihat Mbak Tutut di televisi doang, sekarang ayo dipandangi," katanya.