News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Karyono Wibowo: Publik Tak Pernah Lupa Peristiwa Penculikan Aktivis Tahun 1998 Lalu

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengamat politik Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-Direktur eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai memori kolektif publik tanah air tidak akan pernah lupa akan peristiwa dugaan penculikan dan penghilangan paksa 13 aktivis pro reformasi tahun 1998 lalu.  "Yang jadi pertanyaan apakah Prabowo mampu menuntaskan hal tersebut? Dalam hal ini saya agak pesimis," kata Karyono, Rabu (16/1/2019).

"Namun demikian dalam perkara ini yang diadili adalah anggota Tim Mawar saja. Sedangkan komandannya tidak pernah diadili," kata Karyono dalam diskusi yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (16/1/2019).

Baca: Soal Debat Capres, Ketua TKD Jokowi-Ma’ruf Amin Singgung Siapa Penculik Aktivis 98: Kita Sudah Tahu

Dalam hal upaya penuntasan dugaan pelanggaran HAM di masa silam, lanjutnya tentu saja harus berpijak pada ketentuan regulasi yang ada.  Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Amanat dari Undang-Undang ini Karyono menegaskan adalah sebagai penyelidik Komnas HAM, sedangkan Kejaksaan Agung sebagai penyidik dan penuntut.

"Sehingga, sebagai masyarakat sipil, mari kita terus dorong Komnas HAM dan Kejaksaan Agung agar segera menuntaskaan dugaan pelanggaran HAM penculikan 13 aktivis pro reformasi," beber karyono.

Masalah lain yang tidak kalah penting dan menjadi perhatian publik adalah merebaknya gejala intoleransi dan radikalisme di tanah air. Terhadap fenomena tersebut pemerintah telah bertindak tegas dengan menerbitkan regulasi.
Bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat yang belakangan telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 16 tahun 2017 merupakan bentuk regulasi nyata yang dikeluarkan pemerintah untuk membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Keputusan Pemerintah ini juga diperkuat dengan Putusan PT TUN DKI Jakarta nomor perkara 196/B/2018/PT.TUN.JKT yang menguatkan putusan PTUN DKI Jakarta Nomor 211/G/2017/PTUN.JKT, pembubaran HTI adalah legal karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945.

Karyono mempertanyakan, usai dibubarkan pemerintah, kemana mereka menyalurkan aspirasinya, termasuk aspirasi politiknya. Menurut dia, ada kecenderungan kuat kelompok radikal lebih memilih menyalurkan aspirasinya ke kubu Prabowo.

"Apa yang disampaikan ormas GP Ansor kepada Presiden Jokowi bahwa ada capres tertentu yang didukung kelompok radikal menarik untuk dicermati," kata dia.

Baca: Prabowo Ditantang Tim Jokowi soal Penculikan Aktivis saat Debat

"Apakah mungkin eksponen HTI berlabuh ke Prabowo? Saya pikir bisa jadi, mereka kecewa dengan sikap tegas pemerintah yang didukung segenap ormas Islam," lanjutnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini