News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengatur Wasit Liga 1, 2 dan 3 Diciduk Polisi

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekjen PSSI Ratu Tisha Destria menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di Dittipikor Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (28/12/2018). Ratu Tisha diperiksa Satgas Antimafia Bola terkait kasus pengaturan skor dalam sepak bola Indonesia. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Reporter Tribun Network, Vinctyud Ditya

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satgas Antimafia Bola Polri kembali menangkap tersangka yang diduga terlibat pengaturan skor sejumlah pertandingan Liga 1, 2 dan 3. Adalah Staf Direktur Penugasan Wasit di PSSI berinsial ML ditangkap polisi di wilayah Jakarta.

"ML sehari-hari bertugas sebagai pengatur wasit di dalam tim organisasi PSSI," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Jakarta, Selasa (15/1/2019).

Posisi ML sebagai Staf Direktur Penugasan Wasit di PSSI membuatnya bisa memainkan peranan untuk memilih dan mengatur wasit yang memimpin pertandingan demi pertandingan sepak bola di PSSI, baik di Liga 3, Liga 2, maupun Liga 1.

"Dia yang mengatur dan menjadwalkan wasit mana saja yang akan memimpin tiap pertandingan,” tutur Dedi.

Dedi menjelaskan, tim Satgas telah mempunyai alat bukti hingga hasil keterangan para tersangka sehingga ML ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan.

Dedi menjelaskan, penetapan tersangka ML merupakan pengembangan laporan dugaan tindak pidana penipuan yang dilaporkan Manajer Persibara Banjarnegara, Lasmi Indaryani dengan terlapor mantan anggota Komite Wasit PSSI Priyanto, beserta anaknya, Anik Yuni Sari.

Dedi mengatakan, terhadap tersangka ML, penyidik Satgas Aantimafia Bola Polri juga akan menelusuri aliran dana yang diterima dari hasil setiap pertandingan di Liga 3, Liga 2 maupun Liga 1. Sebab, diduga tersangka ML melakukan pengaturan skor dengan terstruktur dan sistematis.

"Terhadap tersangka ini akan didalami aliran dana yang dia terima ada berbagai pertandingan yang betul-betul dikoordinir oleh tersangka dalam rangka untuk melakukan terstruktur, sistematis match fixing di pertandingan-pertandingan," ujarnya.

Baca: Utang Luar Negeri Pemerintah Naik 4,4 Persen, Mencapai 180,5 Miliar Dolar AS Per November 2018

Selain ML, Satgas Antimafia Bola Polri juga menetapkan status tersangka kasus pengaturan kepada YI, CH, DS, P dan MR. Namun, belum ada penjelasan terkait empat tersangka lainnya.

Dengan tambahan lima tersangka, total ada 10 tersangka yang telah ditetapkan penyidik satgas antimafia bola dalam kasus tersebut.

Sebelumnya, Satgas Antimafia Bola Polri menetapkan tersangka wasit Nurul, anggota Komite Eksekutif PSSI sekaligus Ketua Asosiasi Provinsi PSSI Jawa Tengah Johar Ling Eng, mantan anggota Komite Wasit PSSI Priyanto beserta anaknya Anik Yuni Sari, dan anggota Komisi Disiplin PSSI (nonaktif) Dwi Irianto alias Mbah Putih.

Lima tersangka di antaranya ditahan polisi.

Pada Senin (14/1/2019) lalu, Satgas Antimafia Bola Polri juga telah menetapkan pemilik klub PS Mojokerto Putra (PSMP) Vigit Waluyo sebagai tersangka kasus dugaan pengaturan skor.

Polisi menyebutkan, tersangka kasus pengaturan skor, Dwi Irianto alias Mbah Putih mengaku mendapat aliran dana Rp 115 juta dari Vigit. Uang itu diberikan Vigit kepada Dwi untuk mempermudah jalan PS Mojokerto Putra naik kasta dari Liga 3 ke Liga 2.

Komite Disipilin PSSI juga telah menjatuhi hukuman larangan bermain di Liga 2 untuk PS Mojokerto Putra pada musim depan.

Sanksi tersebut harus diterima PSMP karena terbukti melakukan pengaturan skor di Liga 2 musim 2018. Tak hanya itu, Vigit juga disanksi larangan beraktivitas di sepakbola Indonesia seumur hidup.

Saat ini, Vigit Waluyo ditahan di Lapas Sidoarjo, Jawa Timur, karena terlibat dalam kasus dugaan korupsi PDAM Sidoarjo.

Selain kasus dugaan pengaturan skor di Liga 3, saat tim Satgas Antimafia Bola Polri juga sedang melakukan penyidikan dugaan pengaturan skor dan pertandingan di Liga 2 dan kasus dugaan penipuan penunjukan tuan rumah Piala Suratin 2009.

Tersangka Piala Suratin

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, yang juga Ketua Media Anti Mafia Bola mengatakan pihaknya telah menemukan unsur pidana penipuan dalam penunjukan tuan rumah Liga Remaja Piala Suratin 2009 sehingga kasus tersebut naik ke tingkat penyidikan.

Saat ini, penyidik tengah mencari bukti pendukung untuk menetapkan pihak yang bertanggung jawab atau tersangka atas penipuan tersebut. "Laporan polisi berkaitan laporan Imron itu sudah naik ke penyidikan. Artinya, kami harus mencari siapa pelakunya. Kami masih dalam penyidikan," ujar Argo.

Kasus dugaan penipuan penunjukan tuan rumah Liga Remaja Piala Suratin 2009 dilaporkan oleh Manajer Perseba Bangkalan, Imron Abdul Fattah, pada Senin (7/1/2019) lalu.

Adalah Anggota Badan Liga Amatir Indonesia (BLAI) PSSI berinisial IB dan Ketua Pengurus Daerah (Pengda) PSSI Jawa Timur berinisial HS, sebagai pihak terlapor.

Argo mengatakan Satgas Antimafia Bola telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, termasuk terlapor IB dan H. "Tambahan kasus yang dilaporkan Imran terkait telapornya IB dan H itu, saat ini (kemarin) tim sudah di Surabaya sedang melakukan pemeriksaan saksi dan masih berlangsung," ungkap Argo.

Kasus ini bermula pada Oktober 2009, saat akan dilaksanakan pertandingan Delapan Besar Liga Remaja (Piala Suratin) Seri Nasional di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, pada November 2009.

Sebelum akhirnya tuan rumah dijatuhkan kepada Perseba Super Bangkalan pada Oktober 2009, Imron selaku Manager Perseba Bangkalan mengajukan permohonan tuan rumah kepada PSSI melalui BLAI yang saat itu dikepalai oleh IB.

"Selanjutnya korban bertemu dengan saudara HS selaku Ketua Pengda PSSI Jawa Timur di Surabaya dan pada saat itu saudara HS meminta sejumlah uang sebesar Rp 140 juta sebagai syarat untuk meloloskan Perseba menjadi tuan rumah pertandingan," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, melalui pesan tertulis, Rabu (9/1/2019).

Demi memenuhi syarat itu akhirnya Imron akhirnya mentransfer uang sebanyak tiga kali dengan total Rp 115 juta pada Oktober dan November 2009.

Bulan November 2009, IB kembali meminta Imron untuk mengirimkan dana sebesar Rp 25 juta. IB beralasan uang itu sebagai tambahan untuk persetujuan pelaksanaan pertandingan Delapan Besar Piala Suratin 2009 yang akan dilaksanakan di Bangkalan. Imron kembali memenuhi permintaan IB.

Namun nyatanya pada Desember 2009, korban mengetahui bahwa untuk menjadi tuan rumah pertandingan Delapan Besar Piala Suratin tidak ada ketentuan untuk melakukan pembayaran. (tribun network/vinctyud ditya)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini