Tim Panja Kelembagaan dan Akreditasi Program Studi Perguruan Tinggi Komisi X DPR RI menggelar pertemuan dengan Rektor beserta Guru Besar Universitas Negeri Tidar Magelang (UNTIDAR) dan Rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Magelang. Dari hasil pertemuan, Anggota Komisi X DPR RI Marlinda Irwanti yang memimpin Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI ini mengaku, pihaknya menemui banyak permasalahan pendidikan tinggi (dikti) di Magelang, Jawa Tengah.
“Kita sudah menerima masukan-masukan dari Rektor UNTIDAR dan UM Magelang. Pertama terkait dengan kelembagaan kemudian, dan permasalahan akreditasi perguruan tinggi dan akreditasi prodi perguruan tinggi. Karena UNTIDAR ini adalah salah satu universitas yang baru saja merubah statusnya dari universitas swasta menjadi universitas negeri,” kata Marlinda, usai pertemuan di Kantor Bupati Magelang, Jateng, Rabu(06/2/2019).
Politisi Fraksi Partai Golkar ini menjelaskan, banyak sekali permasalahan di Magelang yang terjadi layaknya perguruan tinggi baru. Seperti misalnya masalah kelembagaan, yakni jumlah dosen yang pada awalnya berstatus dosen yayasan menjadi dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Kemudian permasalahan terkait dengan akreditasi yang ternyata jika kita lihat banyak prodi-prodi yang masih berakreditasi C. Padahal harapan Panja Kelembagaan dan Akreditasi Prodi PT ini menghasilkan analisis-analisis permasalahan supaya tidak ada lagi prodi dan perguruan tinggi yang berakreditasi C,” kata Marlinda.
Maka, kata Marlinda, salah satu jalan keluarnya adalah penggabungan atau merger perguruan tinggi yang jumlah mahasiswanya tidak memenuhi persyaratan dan akreditasi prodi dan perguruan tinggi yang masih berstatus C. Selain itu, juga ditemui permasalahan Sumber Daya Manusia (SDM), yakni kurangnya jumlah guru besar di perguruan tinggi. Tapi, hal ini tak hanya di Magelang, tetapi juga di seluruh Indonesia.
“Disebutkan di UNTIDAR hanya ada satu guru besar, ini juga menjadi ukuran apakah kualitas SDM Mahasiswa yang dihasilkan baik atau tidak, karena dosen yang mengajar S-1 harus dosen yang memiliki gelar S-2 dan yang mengajar S-2 harus memiliki gelar S-3, seharusnya sebuah kampus harus memiliki jumlah guru besar yaitu 3 sampai dengan 6 guru besar,” jelas legislator dapil Jateng itu.
Tentu saja Panja ini juga meminta regulasi-regulasi yang diberlakukan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) bukan mengurangi kualitas SDM tetapi regulasi itu melihat kenyataan dari data yang ada misalnya permasalahn tentang guru besar tersebut.
“Harapan saya, kita minta kepada Menristekdikti agar dapat menyelesaikan permasalahan guru besar. Mereka yang sudah mengajukan guru besar mohon dipertimbangkan apabila persyaratan sudah terpenuhi dan jurnal internasional tidak terindeks scopus agar tetap bisa diloloskan dengan memenuhi persyaratan yang ada, kemudian yang kedua kita memohon juga agar sertifikasi dosen untuk dipercepat penyelesaiannya walaupun online tetapi harus ada blue print yang jelas terkait guru besar dan dosen,” harap Marlinda.
Panja ini berharap kelembagaan dan akreditasi prodi di perguruan tinggi bisa berjalan dengan baik tidak mempersulit perguruan tinggi yang ada tetapi bisa memberikan dorongan dan motivasi bahwa ini adalah untuk kepentingan bersama dan untuk kepentingan mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Kita juga mohon kepada Kemenristekdikti, agar persyaratan tentang perguruan tinggi harus diberlalukan dengan sama, karena kita juga temui dilapangan ada perguruan tinggi dengan persyaratan yang lengkap tetapi sulit untuk mendapatkan izin, ada perguruan tinggi yang persyaratannya belum lengkap tetapi sudah bisa mendapatkan izin perguruan tinggi,” tutup Marlinda.(*)