Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai tak sepantasnya capres petahana Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan data yang keliru pada debat pilpres kedua.
Pasalnya, kata Fadli, angka yang disebutkan Jokowi meleset jauh dari angka yang sebenarnya.
Baca: Misteri Rencana Pernikahan Reino Barack dengan Syahrini dan Senyum Luna Maya
"Kalau angkanya melesetnya cuma sedikit, saya kira wajarlah kita manusia. Tapi kalau melesetnya ratusan ribu, itu bagaimana? Saya kira tidak wajar. Misalnya impor jagung, saya 180 ribu, padahal 700-an ribu, itu meleset berapa ratus persen. Itu bukan meleset, itu namanya bohong," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/2/2019).
"Kalau meleset itu, kalau orang meleset itu ada air sedikit itu kepeleset. Kalau ini bukan, ini kebohongan, jadi menurut saya, dia harus minta maaf. Ini kebohongan publik," imbuhnya.
Selain itu, ia menilai, kesalahan penyebutan data ini bisa saja dijadikan data pelaporan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Karena kesalahan data tersebut akan membuat kesalahpahaman di masyarakat.
"Setahu saya memang data-data yang disampaikan Pak Jokowi itu banyak data yang bodong dan banyak data yang ngawur, begitu juga argumentasinya, dan ini menurut saya bermasalah. Karena kebetulan paslon nomor 01 ini sekaligus petahana," ucapnya.
Baca: Ratno Tikam Cinta Bekali-kali Dengan Obeng Hingga Tewas, Setelah Tahu Istrinya Teleponan Dengan Pria
"Sebenarnya bisa (dilaporkan ke Bawaslu). Karena ini kesalahan data yang diungkap pada publik, ini kan misleading. Dan yang misleading ini bahaya, artinya menipu rakyat. Maka harus ada tindakan. Kalau meleset boleh, kemudian orang minta maaf. Saya kira harusnya ada dong permintaan maaf kalau data itu salah," lanjutnya.
Oleh karenanya, Wakil Ketua DPR RI itu meminta Jokowi untuk meminta maaf karena telah memaparkan data-data yang salah.
"Saya kira Pak Jokowi harus minta maaf dengan data itu, karena ini kan disaksikan seluruh rakyat Indonesia. Jangan sampai kebohongan itu menjadi sebuah kebiasaan di dalam berbangsa dan bernegara. Ini kan sebuah forum terhormat, forum terhormat dalam sebuah perdebatan tertinggi. Rakyat butuh tahu apa itu kebenaran. Nah, kecuali misalnya dia mempertahankan argumennya. Kalau data yang disampaikan itu adalah data benar, tolong argumentasinya dikeluarkan dong," tutup Fadli.
Untuk diketahui, dalam debat pilpres kedua, Minggu (17/2/2019) lalu Jokowi menyebutkan bahwa tahun 2014 impor jagung Indonesia 3,5 juta ton dan menurun menjadi 180 ribu ton pada tahun 2018.
Padahal, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) impor jagung sepanjang tahun 2018 mencapai 737,22 ribu ton dengan nilai US$ 150,54 juta.