TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus hukum yang tengah dihadapi dosen sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Robertus Robet, menuai empati dan keprihatinan dari rekan-rekannya di UNJ.
Mereka yang tergabung dalam Aliansi Dosen Universitas Negeri Jakarta untuk Demokrat mendesak pembebasan Robertus.
Diketahui, mantan aktivis 98 itu ditangkap penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dari kediamanan di perumahan Mutiara Depok, Sukmajaya, Jawa Barat pada Rabu (6/3/2019) jelang tengah malam.
Penangkapan Robertus karena dianggap melecehkan institusi negara, khususnya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Baca: Lelaki Ini Habisi Pengedar Narkoba yang Berikan Ekstasi Palsu, Sempat Buron Selama 9 Tahun
Video orasi Robet tengah menyanyikan cuplikan pelesetan Mars ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dalam aksi Kamisan, Kamis (28/2/2019) pekan lalu, menjadi dasar tuduhannya.
Video berdurasi 7 menit 40 detik yang diunggah melalui laman Yotube itu telah beredar luas di media sosial.
"Kami Aliansi Dosen Universitas Negeri Jakarta untuk Demokrasi menyatakan dukungan kepada Dr. Robertus Robet dan menolak segala bentuk teror oleh negara dan pembungkaman kebebasan berekspresi dalam rangka menegakkan negara hukum dan demokrasi," tegas Rakhmat Hidayat mewakili aliansi melalui keterangan resmi, Kamis (7/3/2019).
Rakhmat menekankan, kebebasan berekspresi telah diatur dalam UUD 1945 Amandemen II Pasal 28 E ayat (2) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”.
Selanjutnya dalam ayat (3) menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.
Kebebasan berekspresi juga dijamin dan dilindungi oleh Pasal 3 UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
"Oleh karena itu, kami mendesak agar Dr. Robertus Robet segera dibebaskan dari segala tuntutan hukum dan dijamin keamanan dan keselamatannya dari ancaman teror dan persekusi dari berbagai pihak kepada Dr. Robertus Robet dan keluarganya," kata Rakhmat.
Baca: Usman Hamid : Polisi Harusnya Lindungi Robertus Robet
Rakhmat juga menyatakan sikap aliansi menolak rencana pemerintah mengembalikan dwi fungsi TNI.
"Kami juga mendesak agar peraturan-peraturan yang hukum yang sering disalahgunakan untuk membungkam kritik kepada pemerintah, seperti berbagai undang-undang yang digunakan untuk menjerat Dr. Robertus Robet, untuk dicabut karena dapat digunakan sebagai alat politik yang mencederai semangat Reformasi 1998 dan penegakan negara hukum dan demokrasi di Indonesia," ujar Rakhmat.
Dia menjelaskan, potongan pelesetan Mars ABRI yang dipersoalkan dibuat pada era Reformasi 1998.
Potongan lagu itu dinyanyikan Robertus dengan maksud mengingatkan kembali agar pemerintah tidak mengakomodasi kepentingan militer untuk kembali memasuki jabatan sipil.
Sebab, penghapusan dwi fungsi ABRI adalah salah satu agenda utama Reformasi 1998.
"Dalam orasinya, Robertus Robet juga menekankan bahwa sebagai negara hukum dan demokrasi kita semestinya mendorong dan menjaga TNI sebagai institusi militer yang profesional, yang tidak memasuki ranah institusi sipil," jelas Rakhmat.