News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hakim Nyatakan Dakwaan Ketiga untuk Irwandi Tak Terbukti, Jaksa Pertimbangkan Ajukan Banding

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf menjalani persidangan dengan agenda pembacaan putusan kasus suap DOKA tahun 2018 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/4/2019). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis selama tujuh tahun pidana penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf.

Namun, pada saat membacakan putusan, ketua majelis hakim Syaifuddin Zuhri mengungkapkan dakwaan ketiga Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK tidak terbukti.

"Menyatakan terdakwa Irwandi tidak terbukti secara sah dan bersalah dalam dakwaan ketiga. Membebaskan dalam dakwaan ketiga tersebut," kata hakim, pada saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (8/4/2019) malam.

Ditemui setelah persidangan, Muhammad Asri Irwan, selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, menjelaskan, di dakwaan ketiga, Irwandi disebut menerima gratifikasi sebesar Rp 32 Miliar.

Baca: Terbukti Korupsi, Vonis 7 Tahun Penjara untuk Gubernur Aceh Irwandi Yusuf

Dakwaan ketiga itu terkait Dermaga Sabang.

Di dakwaan ketiga disebutkan, selama menjabat gubernur Aceh periode 2007-2012, Irwandi telah melakukan atau turut serta melakukan dengan Izil Azhar menerima gratifikasi terkait dana biaya konstruksi dan operasional proyek pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Aceh.

"Jadi itu dakwaan ketiga dibebaskan dari dakwaan tuntutan jaksa. Nah selisih antara Rp41,17 miliar dikurangi Rp32 miliar itu gratifikasi yang kami bisa buktikan di persidangan," kata Asri.

Dia menjelaskan, majelis hakim berpendapat dakwaan ketiga tidak dapat dibuktikan. Atas dasar itu, pihaknya akan mempertimbangkan untuk mengajukan banding terhadap vonis tersebut.

"Itu yang dibebaskan oleh hakim. Menurut hakim itu tidak bisa terbukti. Itulah kemudian, kami pikir-pikir apakah akan mengajukan upaya hukum itu juga termasuk. Kami menentukan sikap pada beberapa hari ke depan, apakah ada upaya hukum atau tidak," kata dia.

Selain mempertimbangkan untuk mengajukan banding karena dakwaan ketiga dinilai tidak memenuhi syarat, dia menambahkan, alasan lainnya karena masa hukuman yang akan dijalani Irwandi.

Sebab, di tuntutan, JPU menuntut Irwandi pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, JPU juga menuntut agar hakim mencabut hak politik Irwandi selama lima tahun, setelah menjalani masa hukuman pokok.

"Yang kedua, termasuk dengan berat ringannya hukuman pak Irwandi itu yang kami akan pertimbangkan," tambahnya.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis selama tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf. Irwandi dinyatakan bersalah menerima suap dan gratifikasi.

Namun, majelis hakim menyatakan Irwandi tidak terbukti secara sah dan bersalah dalam dakwaan ketiga dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.

Adapun, dakwaan ketiga yaitu Irwandi sebagai Gubernur Aceh periode 2007-2012 telah melakukan atau turut serta melakukan dengan Izil Azhar menerima gratifikasi Rp 32 Miliar.

Gratifikasi itu terkait dana biaya konstruksi dan operasional proyek pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Aceh.

Selain memvonis selama tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan, hakim juga mencabut hak untuk dipilih Irwandi selama 3 tahun setelah menjalani masa hukuman.

Sedangkan, terhadap Hendri Yuzal divonis 4 tahun denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Sedangkan, Teuku Saiful Bahri divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.

Atas putusan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK maupun ketiga terdakwa menyatakan pikir-pikir.

Untuk diketahui, Irwandi Yusuf diproses hukum atas perbuatan melakukan dua tindak pidana. Tindak pidana pertama, menerima suap dari Bupati Bener Meriah, Ahmadi senilai Rp 1 Miliar. Duit itu untuk memperlancar program pembangunan dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018.

Irwandi menerima uang secara bertahap. Pemberian pertama sebesar Rp 120 juta, lalu, Rp 430 juta, dan terakhir Rp 500 juta. Dana digunakan untuk mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Provinsi Aceh memberikan persetujuan terkait usulan Ahmadi agar kontraktor dari Kabupaten Bener Meriah bisa mengerjakan kegiatan pembangunan yang bersumber dari DOKA tahun anggaran 2018.

Sementara itu, tindak pidana kedua, Irwandi Yusuf disebut menerima gratifikasi Rp 41,7 miliar selama menjabat gubernur Aceh. Irwandi Yusuf menjabat gubernur periode 2007-2012 dan periode 2017-2022.

Pada periode 2007-2012, Irwandi bersama-sama orang kepercayaannya Izil Azhar didakwa menerima gratifikasi Rp 32.454.500.000. Periode 2017-2022, Irwandi didakwa menerima gratifikasi Rp 8.717.505.494. Sehingga total gratifikasi yang diterima Irwandi Rp 41,7 miliar.

Atas perbuatan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menuntut Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf, berupa 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Selain itu, JPU pada KPK juga menuntut agar hakim mencabut hak politik Irwandi selama lima tahun.

Pada saat membacakan tuntutan, JPU pada KPK juga menuntut orang kepercayaan Irwandi, Teuku Saiful Bahri. Saiful Bahri dituntut enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Selain itu, Hendi Yuzal, staf Irwandi juga dituntut selama lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini