Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Idrus Marham mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim yang menyatakan terbukti bersalah menerima suap terkait proyek PLTU Riau-1 sebesar Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Samsul Huda, selaku penasihat hukum Idrus Marham, mengonfirmasi upaya pengajuan banding tersebut.
"Iya, benar," kata Samsul Huda, saat dikonfirmasi, Selasa (30/4/2019).
Dia menjelaskan, upaya pengajuan banding dilakukan setelah pihaknya mencermati putusan majelis hakim yang menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan kepada terdakwa Idrus Marham.
Baca: Jokowi Sebutkan Tiga Pulau yang Paling Potensial Menjadi Lokasi Ibu Kota Baru
"Setelah mencermati pertimbangan hukum majelis hakim, banyak yang tidak sesuai dengan fakta fakta yang muncul di persidangan. Penerapan hukum, khususnya pasal 55 tentang Penyertaan tidak sesuai dengan fakta dan peran Idrus Marham," kata dia.
Baca: Seluruh Postingan di Akun Resmi Gojek Menghilang, #InstagramGOJEK Jadi Trending Topic di Twitter
Selain itu, kata dia, majelis hakim juga tidak mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang dianggap tim penasihat hukum penting.
"Fakta-fakta hukum yang kami anggap penting justru tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim," ujarnya.
Secara lengkap, dia menambahkan, poin-poin materi banding akan disusun secara lengkap dalam Memori Banding.
Baca: Soal Banjir Jakarta, Ahok BTP: Gubernur Sekarang Lebih Pintar dari Saya
Sebelumnya, majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis selama 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan kepada terdakwa Idrus Marham.
Mantan Sekretaris jenderal Partai Golkar itu dinyatakan terbukti bersalah menerima suap terkait proyek PLTU Riau-1 sebesar Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Idrus Marham telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama," kata hakim ketua Yanto, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebutkan hal yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi dan terdakwa tidak mengakui perbuatan.
Sedangkan, alasan meringankan, terdakwa berlaku jujur, sopan dalam persidangan. Tidak menikmati uang hasil korupsi dan tidak pernah dihukum.
Baca: KPK: Bupati Talaud Sri Wahyumi Manalip Sudah Tiba di Jakarta