Menurut Bambang, pemilihan ibu kota tersebut untuk menciptakan pembangunan Indonesia sentris.
Hal itu akan merepresentasikan keadilan dan mendorong percepatan khususnya wilayah timur.
Selain itu, lokasi baru juga menjamin ketersediaan luas lahan.
Dalam hal ini, lahan tersebut baik milik pemerintah maupun milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sudah tersedia dan bisa dibangun.
"Tidak lagi memerlukan biaya pembebasan lahan," terang Bambang.
Baca: Ini Kriteria Kawasan yang Layak Jadi Ibu Kota Negara Pengganti Jakarta Versi Pemerintah
Baca: Ibu Kota Indonesia Bakal Pindah, 10 Negara Ini Sudah Pindah Pusat Pemerintahannya
Berikutnya, lokasi ibu kota baru nantinya juga harus terbebas dari potensi bencana alam seperti gempa bumi, gunung berapi, tsunami, banjir, erosi, maupun kebakaran hutan dan lahan gambut.
Selain itu ketersediaan air dan bebas dari pencemaran juga diperlukan.
Guna meminimalisir biaya investasi, Bambang menyarankan lokasi ibu kota baru telah memiliki akses mobilitas dan logistik.
Ibu kota baru merupakan kota kelas menengah yang sudah memiliki infrastruktur.
"Kita tidak perlu membangun bandara baru di kota tersebut bisa gunakan bandara yang sudah ada, demikian pelabuhan dan sebagian jalan koneksi," jelas Bambang.
Infrastruktur dasar juga diharapkan sudah tersedia seperti air minum, sanitasi, listrik, dan jaringan komunikasi yang memadai.
Selain itu lokasi tersebut tidak jauh dari pantai mengingat Indonesia sebagai maritim.
Dari aspek sosial, lokasi ibu kota juga harus memiliki budaya terbuka sehingga minim konflik sosial.
Pada sektor keamanan, ibu kota baru tidak berdekatan dengan batas negara.
Baca: Menurut Bappenas, Pemindahan Ibu Kota Butuh Dana Rp 466 Triliun
Baca: Soal Wacana Pindah Ibu Kota, Jokowi Contohkan Malaysia, Ini yang Bisa Ditiru dari Negara Tetangga