TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman.
Budi merupakan tersangka yang terjerat kasus kasus suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Tasikmalaya tahun anggaran 2018.
"Hari ini ini diagendakan pemeriksaan terhadap tersangka BBD (Budi Budiman)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (9/5/2019).
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman sebagai tersangka kasus suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Tasikmalaya tahun anggaran 2018.
Budi terbukti menyuap mantan pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yaya Purnomo sebesar Rp 400 juta.
"Tersangka diduga memberi uang total sebesar Rp 400 juta terkait dengan pengurusan DAK untuk Kota Tasikmalaya tahun anggaran 2018 kepada Yaya Purnomo dan kawan-kawan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (25/4).
Untuk konstruksi perkaranya, ia menjelaskan, Budi bertemu dengan Yaya medio 2017. Dalam pertemuan itu, Yaya menawarkan bantuan pengurusan DAK.
"BBD (Budi Budiman) bersedia memberikan fee jika Yaya membantunya mendapatkan alokasi DAK," jelasnya.
Tepatnya Mei 2017, Budi mengajukan usulan DAK Tasikmalaya tahun 2018 di sejumlah bidang mulai dari jalan, irigasi dan rumah sakit. Pada 21 Juli 2017, Budi kembali bertemu dengan Yaya di Kemenkeu.
"Dalam pertemuan tersebut, BBD diduga memberi Rp 200 juta kepada Yaya," ujar Febri.
Pada Oktober 2017, Kota Tasikmalaya diputuskan mendapat DAK Rp 124,38 miliar. Budi pun kembali memberikan uang Rp 200 juta ke Yaya pada 3 April 2018.
"Pemberian itu diduga masih terkait dengan pengurusan DAK kota Tasikmalaya," kata Febri.
Budi disangka melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU Tipikor juncto pasal 64 ayat 1 KUHP. Budi merupakan tersangka ke-7 dalam pusaran kasus dugaan suap terkait pengurusan DAK ini.
Budi sendiri merupakan tersangka keenam dalam pusaran kasus dugaan suap terkait pengurusan DAK ini.
Sebelumnya, ada empat orang yang sudah divonis bersalah dalam kasus ini, yaitu mantan Anggota DPR Amin Santono, mantan Pejabat Kemenkeu Yaya Purnomo, perantara Eka Kamaludin dan pengusaha Ahmad Ghiast.
Dalam perkembangan kasus, ada tiga orang yang dijerat dan kasusnya masih di tahap penyidikan, yaitu anggota DPR Sukiman, Plt Kadis PU Kabupaten Pegunungan Arfak Natan Pasomba, dan Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkah.