TRIBUNNEWS.COM, SALATIGA - Menjelang penetapan hasil Pemilu 2019 tanggal 22 Mei mendatang pemuka agama dan tokoh masyarakat di Jawa Tengah ramai-ramai mengeluarkan seruan hoaks dan people power.
Rektor IAIN Salatiga Prof Dr Zakiyuddin Baidhawy mengatakan gerakan masyarakat atau disebut dengan people power hendaknya tidak dijalankan.
"Sebaiknya pihak yang kurang puas terhadap hasil pemilu mengadu ke Bawaslu atau menggugat ke Mahkamah Konstitusi," terangnya kepada Tribunjateng.com, Selasa (14/5/2019).
Menurut Prof Zaky, negara sudah memberikan jalan atau sarana sesuai konstitusi yang berlaku, bukan mengajak masyarakat melakukan sebaliknya.
Sebelumnya beredar informasi dan pemberitaan dari pihak tertentu akan adanya pengerahan massa di Kantor KPU RI Jakarta pada 22 Mei mendatang.
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Salatiga juga secara tegas menolak upaya pihak-pihak tertentu mendekati pengumuman hasil Pemilu 2019 oleh KPU Pusat.
Ketua PCNU Kota Salatiga Zaenuri mengatakan saat ini adalah waktunya saling menjaga persatuan dan kesatuan pasca pemilu 17 April lalu.
"Saya dengan tegas menolak upaya people power. Sekarang saatnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa pasca pesta demokrasi," terangnya kepada Tribunjateng.com, Selasa (14/5/2019). Ia menyampaikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan harga mati.
Muhammadiyah Himbau Warganya Tak Terlibat
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Pati Muhammad Asnawi mengimbau masyarakat, terutama warga Muhammadiyah Kabupaten Pati, untuk tidak melibatkan diri dalam gerakan people power.
Imbauan itu ia sampaikan di kediamannya, Selasa (14/5/2019).
Sebagaimana diketahui, belakangan ini isu people power untuk mendelegitimasi kinerja Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) memang tengah banyak digaungkan kelompok masyarakat tertentu.
Asnawi sebagai tokoh organisasi keagamaan di Kabupaten Pati menolak tegas gerakan tersebut.
"Saya menolak gerakan people power. Ini semua demi menjaga persatuan dan kesatuan negara kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta," tandasnya.
Demak Sepakat Menolak
Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta sejumlah tokoh pemuka agama di Kabupaten Demak menilai ajakan aksi people power meresahkan masyarakat.
Ajakan aksi tersebut banyak diserukan dan tersebar melalui sejumlah media sosial, menjelang diumumkannya hasil rekapitulasi perhitungan suara oleh KPU RI pada 22 Mei mendatang.
Sejumlah tokoh agama serta pemuka agama di Demak secara tegas, menolak aksi people power.
Menurut ulama, aksi tersebut merupakan tindakan kurang tepat, dan menyerahkan semua hasil tahapan pemilu kepada yang berwenang yakni KPU Demak.
Para tokoh agama mengajak seluruh masyarakat Demak untuk saling menjaga ketertiban dan kenyamanan, terlebih pada bulan suci Ramadhan ini.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Demak, KH Muhammad Asyiq menghimbau Kepada seluruh masyarakat Indonesia khususnya warga Kabupaten Demak untuk tidak terpengaruh dan terprovokasi adanya ajakan gerakan people power.
"Negara kita adalah negara hukum maka seluruh kebijakan harus berdasarkan hukum dan konstitusi yang berlaku.
Mari kita percayakan hasil pemilu 2019 kepada petugas penyelenggara pemilu atau KPU.
Bila tidak puas, silahkan menyelesaikan permasalahan sesuai aturan yang berlaku," tutur Asyiq, Selasa (14/5/2019).
Menurutnya, people power ini berpotensi merusak persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.
Abdullah Syifa mengajak para ulama maupun tokoh agama di tanah air untuk tidak terpancing terhadap ajakan yang bisa mengancam keutuhan NKRI yang berlandaskan Pancasila ini.
“Mari kita jaga kerukunan demi keutuhan NKRI dan yang berlandaskan Pancasila,” ujarnya.
Ketua pengurus daerah Muhamadiyah Kabupaten Demak, Drs. Suali menuturkan, pimpinan pusat Muhamadiyah tidak ada himbauan atau anjuran serta tidak memobilisasi massa terkait adanya people power.
"Jika ada orang Muhamadiyah yang mengikuti aksi people power maka bukan kehendak dari pengurus.
Mari di bulan Ramadhan ini fokus kepada ibadah," terang Suali, saat di temui di kantor Departemen Agama Demak.
Sementara itu, Pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKMI) Nathanael, juga memberi pernyataan penolakan adanya gerakan people power.
Pendeta Nathanael menjelaskan, gerakan tersebut bisa memecah kesatuan antar umat beragama.
"Pemilu adalah suatu sarana bukan merupakan tujuan dan bukti adanya negara demokrasi.
Maka apapun hasil pilihan rakyat adalah kehendak Tuhan.
Marilah kita tetap menghadap kasih Tuhan Yang Maha Esa,"pungkasnya.
Suara dari Purworejo
Rois Syuriah PCNU Kabupaten Purworejo Kh Habib Hasan Agil Ba`bud mengimbau agar masyarakat Kabupaten Purworejo tidak terpengaruh dengan isu pengerahan people power.
Seruan People Power ini digaungkan beberapa pihak jelang penetapan final perolehan suara Pemilu 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) 22 Mei 2019 mendatang.
"Kami berharap masyarakat dapat lebih dewasa menyikapi isu ini dan menyikapi perbedaan karena perbedaan itu justru memperkaya bangsa dan negara ini," kata Kh Habib Hasan Agil Ba`bud.
Menurutnya, pengerahan massa alias people power merupakan cara yang bertentangan dengan sistem perundang-undangan yang ada terkait pengaduan pelanggaran Pemilu.
Dia mengatakan bahwa masyarakat telah diberi sejumlah pilihan untuk menyelesaikan sengketa Pemilu.
Yakni melalui Bawaslu, Mahkamah Konstitusi (MK), dan Kepolisian,
"Andai ada kecurangan mereka mestinya pakai jalur itu yang ditempuh," tambahnya.
Sebagaimana diketahui, isu pengerahan people power berhembus menjelang penetapan final hasil perolehan suara Pemilu 2019 oleh KPU.
Isu yang digagas oleh simpatisan capres-cawapres nomor urut 02 tersebut untuk memprotes hasil perolehan suara (real count) oleh KPU.
Umat Katolik Blora Sepakat
Berbagai elemen tokoh agama di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, sepakat menjaga perdamaian dan persatuan umat usai Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.
Karena itu mereka menolak adanya isu gerakan People Power dan menghimbau umat Blora tidak perlu mengikuti gerakan–gerakan yang tidak jelas arah tujuannya.
"Saya selaku pemuka agama Katolik merasakan di Kabupaten Blora aman dan nyaman.
Karena itu kami minta kepada rakyat dan umat untuk tetap jaga persatuan dan kesatuan.
Tidak perlu mengikuti gerakan People Power yang tidak bermanfaat bagi kepentingan umum.
Kami semua sepakat untuk mengembangkan rasa kebaikan dan kedamaian kasih Tuhan untuk seluruh umat.” kata Agustinus Eko Wiyono, Rommo kepala paroki Gereja St. Pius Blora, Senin (14/5).
Dia mengatakan perhelatan Pemilu Legislatif dan Preseden/Wakil Presiden sudah selesai.
Masyarakat sudah menggunakan hak pilihnya dengan baik sesuai hati nurani.
Maka dari itu, sebagai warga negara yang baik harus memahami dan menerima hasil Pemilu itu sendiri.
“Pemilu sudah selesai, masyarakat dan umat kami di Blora sudah menerima hasilnya.
Kami sudah minta, menghimbau umat dan masyarakat setiap acara kegiatan keagamaan untuk menerima hasil Pemilu 2019.
Tidak perlu terpengaruh dengan ajakan untuk bergabung yang namanya people power karena gerakan itu merugikan.
Kita tunggu penetapan resmi KPU pada tanggal 22 Mei mendatang.” ujarnya.
Dia kembali menegaskan mendukung KPU dan Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara Pemilu yang kredible dan professional.
Selain itu juga mendukung upaya TNI-Polri dalam menjaga keamanan dari mulai tahapan Pemilu sampai akhir berjalan aman damai dan kondusif.
“Mari bersama-sama menjaga kita kondusifitas di wilayah Kabupaten Blora khususnya dan negara Indonesia pada umumnya.
Kami telah sepakat menolak seruan people power.
Serta menghimbau umat dan masyarakat untuk terus kawal kesatuan dan persatuan serta menghormati hasil keputusan KPU,” pungkas Rommo Eko.
Tokoh agama KH Zainal Arifin, pengasuh pondok pesantren Fathul Huda, Desa Sidorejo, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, yang juga dikenal sebagai Rois Am Syariah NU Demak menolak hoak dan segala ajakan people power untuk penggulingan pemerintahan yang sah.
"Kita masyarakat di sini sungguh sangat menolak bermacam politik untuk menggulingkan pemerintah. Jadi kita tolak mentah-mentah saja,"ujarnya ditemui di Ponpes Fathul Huda, Selasa (14/5/2019). Menurut Guz Zen sapaan akrabnya, pemerintahan yang sah tidak bisa digoyang hanya karena pihak yang tak sejalan kalah dalam pemilu. Selengkapnya :