Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menyoroti penyertaan link berita sebagai bukti gugatan sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Feri menilai link berita hanyalah bukti penunjang semata.
Baca: Fadli Zon: Unjukrasa 22 Mei Murni Dilakukan Masyarakat
Sehingga jika tidak disertai bukti lainnya, maka bukti dari tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga dinilai sangat lemah.
"Kalau hanya itu (link berita) sangat lemah. Kurang kuat untuk mendukung dalil-dalil pemohon terkait dengan perselisihan hasil Pilpres 2019," ujar Feri, ketika dihubungi, Senin (27/5/2019).
Ia sendiri meyakini tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga yang dipimpin Bambang Widjojanto tentu memiliki bukti-bukti lain untuk mendukung bukti link berita yang mereka sertakan dalam gugatan.
Sebab kalau tidak, kata dia, kubu 02 justru bisa menjadi 'bulan-bulanan' dalam persidangan. Alasannya bukti link berita tergolong lemah.
Bukti-bukti selain link berita, lanjutnya, bisa berupa dokumen dan keterangan saksi dan ahli yang memperkuat permohonan mereka.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas ini menilai dokumen dan keterangan saksi dapat menjadi pertimbangan bagi majelis hakim di persidangan.
"Inilah (dokumen dan keterangan saksi/ahli) yang harus ditunjukkan tim kuasa hukum Prabowo-Sandi dalam persidangan, sehingga bisa menjadi pertimbangan majelis hakim," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, tim kuasa hukum BPN Prabowo-Sandiaga mengajukan gugatan perselisihan hasil Pilpres 2019 ke MK karena menilai adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif.
Salah satu bukti yang diajukan dalam berkas gugatan itu adalah link berita yang berjumlah 34.
Baca: Kelompok Cendana Dituding Dalangi Aksi 21-22 Mei Berujung Kerusuhan
Juga tercatat link berita media massa daring yang memuat tentang peresmian MRT di Jakarta pada 24 Maret 2019. Judulnya, Peresmian MRT, Agenda Publik yang Jadi Ajang Politik.
Bukti ini sebelumnya juga pernah diajukan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan ditolak karena dinilai tidak kuat.
Tanggapan Fadli Zon
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Fadli Zon mengungkapkan tautan atau link berita yang menjadi bukti dalam gugatan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) bukan bukti.
Fadli menyebut link berita itu hanya sebagai indikator.
"Link itu mungkin hanya menunjukkan indikator dan laporan saja, bukan jadi bukti. Buktinya tetap mengacu pada apa yang sebetulnya terjadi," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/5/2019).
Wakil Ketua Umum Gerindra itu menuturkan link berita yang diajukan hanya untuk menyampaikan peristiwa tertentu.
Tim hukum, kata Fadli, akan menghadirkan bukti lain yang mendukung.
"Saya kira nanti disertakan dengan bukti-bukti yang menunjang apa yang jadi pengantar itu," tandasnya.
Tak Miliki Kekuatan Hukum
Berbekal puluhan link berita media sebagai modal bukti ke Mahkamah Konstitusi, gugatan Prabowo-Sandi tak memiliki kekuatan hukum.
Pernyataan itu disampaikan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyikapi banyaknya link berita yang menjadi bukti sengketa hasil Pilpres 2019 yang diajukan tim hukum Prabowo-Sandi ke MK.
Diketahui, permohonan gugatan calon presiden dan calon wakil presiden 02 itu disampaikan tim hukum yang diketuai Bambang Widjojanto ke MK pada Jumat (25/5/2019) malam diiringi delapan advokat.
Selepas permohonan gugatan Prabowo-Sandi diterima panitera MK, Bambang mengatakan timnya sudah merumuskan apa benar Pilpres 2019 terjadi kecurangan terstruktur, sistematis dan masif.
"MK telah banyak memutuskan perkara sengketa pemilihan khususnya kepala daerah dengan prinsip terstrukur, sistematis dan masif," ujar Bambang Widjojanto saat jumpa pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019).
Malam itu Bambang mengatakan soal barang bukti akan disampaikan pada waktunya, ditambah dengan keterangan saksi fakta dan saksi ahli.
Beberapa hari kemudian, dari berkas permohonan gugatan yang didapat TribunJakarta.com, Minggu (26/6/2019), tim hukum Prabowo-Sandi menyertakan puluhan berita media untuk mendukung argumen adanya TSM di Pilpres 2019.
Menurut berkas tersebut ada lima bentuk pelanggaran pemilu dan kecurangan masih itu terkait, pertama penyalahgunaan ABPN, kedua, ketidaknetralan aparatur negara: polisi dan intelijen.
Ketiga, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, keempat, pembatasan kebebasan media dan pers, dan terakhir diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum.
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai seharusnya bukti gugatan atas hasil Pilpres ke MK memiliki kekuatan yang mampu mengungkap kecurangan TSM seperti disoal tim hukum Prabowo-Sandi.
Hal itu disampaikan Hasto menanggapi lampiran bukti Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang banyak didasarkan pada berita di media.
"Tentu saja bukti ini di dalam sengketa Pemilu kan harus memiliki dampak terhadap hasil perolehan suara sehingga disampaikan dampak tersebut melebihi dari selisih antara paslon 01 dan 02, melebihi 16 juta suara," ujar Hasto di Kantor DPP PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta, seperti dilansir Kompas.com, Minggu (26/5/2019) dalam artikel: Bukti Gugatan BPN Banyak dari Kliping Berita, Ini Kata Sekjen PDI-P.
"Tanpa itu maka bukti-bukti tidak memiliki kekuatan hukum apalagi hanya berdasarkan link berita," lanjut dia.
Ia mengatakan semestinya tim hukum Prabowo-Sandi menggunakan bukti primer yang otentik terkait kecurangan TSM yang mereka tuduhkan kepada pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Bukti primer yang otentik, kata Hasto, bisa berupa temuan kejanggalan di formulir C1 atau temuan langsung para saksi mereka di lapangan.
"Yang otentik itu berdasarkan dokumen C1 dan kemudian juga berdasarkan pernyataan para saksi. Jangan kedepankan aspek politik lalu melupakan bukti-bukti printer yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum," lanjut dia.
Diketahui, saat mendaftarkan gugatan sengketa ke MK Jumat (24/2/2019), BPN hanya membawa 51 alat bukti.
Berita media 30 persen
Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Veri Junaidi menilai sulit bagi tim hukum Prabowo-Sandi memenangkan gugatan di MK jika buktinya didasar berita media.
Hal itu disampaikan Veri Junaidi usai melihat dokumen gugatan hasil rekapitulasi Pilpres 2019 yang diajukan kubu Prabowo-Sandi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Veri, berkas permohonan gugatan Prabowo-Sandi yang disusun tim hukum sebanyak 70 persen menyangkut teori hukum tentang kedudukan MK.
"30 persennya kliping media," ujar Veri dalam artikel Kompas.com pada Minggu (26/5/2019), Pengamat Sebut BPN Banyak Gunakan Berita Media sebagai Bukti Kecurangan Pilpres.
"Di halaman 18-29 di situ para pemohon dan kuasa hukumnya mendalilkan ada banyak kecurangan TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif). Tapi menggunakan data sekunder (kliping media) dalam pembuktian," lanjut dia.
Ia menyatakan berita yang bersumber dari media massa terkait kecurangan Pilpres yang akan disengketakan di MK ialah bukti sekunder.
Menurut Veri, semestinya BPN membawa bukti primer berupa hasil penelusuran untuk membuktikan bahwa pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin berlaku curang.
Sebab, kata Veri, tudingan kecurangan TSM semestinya berawal dari temuan langsung di lapangan, bukan dari bukti sekunder. karena itu sulit bagi BPN untuk mengungkap kecurangan TSM yang mereka sebut lantaran buktinya bersifat sekunder.
Ia pun menyayangkan hal tersebut, sebab semestinya saksi BPN dari TPS hingga KPU pusat mendata secara rinci sehingga memiliki bukti primer yang kuat.
"Kalau kita melihat dalam permohonan juga disampaikan nanti bukti-bukti akan disampaikan dalam proses persidangan. Saya justru tertarik melihat apakah buktinya itu akan sangat kuat atau tidak. Jadi bukti primer, bukti hasil pengawasan, hasil dari saksi di tiap TPS," ujar Veri.
"Kan mereka punya di setiap TPS, kecamatan, Kabupaten kota dan provinsi dalam proses rekap berjenjang. Jauh hari sebelum proses pemilu mereka kan sudah menyiapkan tim hukum untuk kemudian melihat proses," lanjut dia.
Sangsi Prabowo-Sandi bisa menang
Penyertaan berita media sebagai bukti, Veri menilainya sulit bagi Prabowo-Sandi memenangkan gugatannya di MK.
"Jadi saya agak kurang yakin, dalam kasus sebesar ini tidak ada bukti yang dilampirkan dan hanya berita media," ucap Veri dilansir Kompas.com dalam artikel Pengamat Sebut Sulit Buktikan Kecurangan Terstruktur, Sistematis, dan Masif Kalau Hanya Gunakan Berita.
"Kesimpulannya menurut saya kalau hanya menggunakan berita media seperti di permohonan, agak sulit untuk kemudian dikabulkan di MK," ia menambahkan saat ditemui di Kantor Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta, Minggu (26/5/2019).
Ia mengatakan, pembuktian kecurangan secara TSM semestinya menggunakan bukti primer.
Hal itu pun sangat sulit sebab pemohon harus membuktikan bahwa bukti yang dimiliki mempunyai keterkaitan satu sama lain.
Ia mencontohkan, tudingan pengerahan aparat Polri dalam Pilpres 2019 untuk memenangkan pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Veri mengatakan, tudingan tersebut harus disertai dengan bukti adanya instruksi dari Kapolri oleh Jokowi selaku capres petahana.
Hal itu pun masih harus dibuktikan dengan adanya pergerakan di lapangan terkait upaya Polri mengerahkan sumber dayanya untuk memenangkan Jokowi-Ma'ruf.
Veri mengatakan, temuan kasus di Polres Garut soal adanya dugaan pengerahan Kapolsek untuk memenangkan Jokowi-Ma'ruf tak bisa dijadikan bukti kecurangan TSM karena lingkupnya hanya satu kabupaten dan tidak memengaruhi hasil pemilu.
"Misalnya kalau yang mau dibuktikan itu adalah pengerahan aparat Polri, ada tidak misalnya, karena jumlah (selisihnya) 17 juta. Ini pengerahannya berarti levelnya bukan tingkat Polres. Apakah memang ada instruksi dari Kapolri? Ini saya bertanya lho ya. Bukan menuduh," ujar Veri.
"Terus kemudian bagaimana caranya kerjanya, apakah intimidasi, apakah dengan uang, dengan apa. Itu yang harus memang dihitung. Dan setiap kasus-kasus itu seberapa besar dia berdampak terhadap hasil pemilunya. Jadi bukan hanya kasus di Garut," lanjut Veri.