Kariernya mulai merangkak ketika ia menjadi Ki-B Batalyon 753 hingga Danyon pada 1973. Kariernya semakin cemerlang ketika ia ditugaskan di Papua dan Timor Timur.
Ia berhasil meringkus pasukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) pada 1974. Ketika bertugas di Timor Timur, ia juga dinilai berhasil sehingga mendapat kenaikan pangkat yang signifikan.
Pada 1990, Kivlan menjabat sebagai Kepala Staf Brigade Infanteri Linud 1/Cilodong/Kostrad (Kasdivif I Kostrad) dengan pangkat Kolonel.
Saat itu, ia kembali ditugaskan ke Filipina Selatan untuk membantu menyelesaikan konflik Moro di sana. Ia berangkat memimpin Kontingen Garuda XVII, Pasukan Konga 17.
Lagi-lagi ia berhasil menyelesaikan tugasnya dengan cemerlang. Kivlan berhasil membujuk pimpinan MNLF, Nur Misuari untuk menyudahi konflik tersebut.
Atas keberhasilannya itu, Kivlan diberikan penghargaan medali kehormatan dari Presiden Filipina saat itu, Fidel Ramos.
Pasca operasi itu, Kivlan juga ditunjuk sebagai pengawas gencatan senjata antara MNLF dengan Pemerintah Filipina.
Sepulang dari Filipina, Kivlan diangkat sebagai Kepala Staf Daerah Militer Militer VII/Wirabuana dengan pangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).
Ia kembali naik jabaran sebagai Panglima Divisi Infanteri 2/Kostrad dengan Pangkat Mayor Jenderal.
Adapun jabatan terakhirnya di militer adalah sebagai Kepala Staf Kostrad pada tahun 1998 saat Panglima Kostrad dijabat oleh Letjen Prabowo Subianto.
Kariernya terhenti tidak lama setelah Presiden Soeharto lengser. Saat itu, Prabowo Subianto dicopot dari jabatannya, sementara Kivlan dipindah ke Mabes TNI AD dan tidak lama ia pensiun.
Politik
Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen.(Kompas.com/SABRINA ASRIL)
Meski belum berafiliasi dengan partai manapun, Kivlan pernah mendeklarasikan dirinya sebagai calon presiden Indonesia periode 2009 – 2014.
Deklarasi itu dilakukannya di Gedung Museum Kebangkitan Nasional, bekas Gedung STOVIA di Jakarta pada 5 Juni 2008.