TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian akhirnya mengungkapkan nama-nama yang jadi target pembunuhan oleh aktor yang menyusup ke dalam aksi 22 Mei 2019.
Tito Karnavian menjelaskan, nama-nama target pembunuhan itu didapat berdasarkan pemeriksaan kepada tersangka.
"Ini hasil pemeriksaan kepada tersangka bukan karena informasi intelijen. Mereka menyampaikan nama. Satu betul, Pak Wiranto, Pak Luhut, Pak Kabin (Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal Polisi Purn. Budi Gunawan), dan keempat itu Gories Mere," ujar Tito Karnavian dalam jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2019).
Kemudian, kata Tito, ada satu nama lagi yang diincar dalam target pembunuhan itu.
Baca: Soekarno Tiba-tiba Berhenti Pidato Pasca G30S/PKI Akibat Selembar Nota dari Ajudan, Isinya Mencekam
Baca: KPK Tetapkan Sjamsul Nursalim Tersangka Terkait Kasus BLBI
Baca: Bantah Jokowi Antikritik, Politisi PDIP : Proses Hukum Jangan Dipolitisir
Baca: Pagar Monas Dipenuhi Karangan Bunga Ucapan Terima Kasih untuk TNI, Polri dan BIN
Baca: BW Sebut Pemilu 2019 Terburuk, Ketua Bawaslu: Ini yang Paling Transparan
Baca: Simak Jadwal Ganjil Genap di Pelabuhan Merak Selama Mudik Lebaran
Satu nama lagi itu adalah pimpinan lembaga survei. Namun, Tito tak menyebutkan namanya.
"Pelaku yang disuruh mengeksekusi itu sudah ditangkap semua. Lalu disita juga
empat senjata," ujar Tito dilansir dari tayangan siaran langsung Kompas TV, Selasa (28/5/2019).
Lebih lanjut ia pun menjelaskan, pihaknya kini masih mengembangkan siapa yang
menyuruh beberapa tersangka itu untuk membunuh kelima nama tersebut.
Begitu pun mengenai siapa dalang kerusuhan di aksi 22 Mei.
Baca: Pesan Soeharto via Benny Moerdani ke Dubes di Malaysia Saat Golkar Kalah, Sampai Disuruh Bersarung
Baca: Ketakutan Soeharto Saat Dielu-elukan Bocah SD Lucu, Ucapannya Terbukti Saat Kekuasannya Tumbang
"Kita harus menarik dari sekitar 400 lebih yang ditangkap ini, kan ada kelompok dan clusternya, kita akan lihat siapa yang menyuruh mereka datang. Yang kita kembangkan adalah khusus mereka yang melakukan kerusuhan, bukan yang berdemo atau aksi damai," ujar Tito.
Menkopolhukam Wiranto mengatakan, rencana pembunuhan pejabat itu ditujukan untuk memberikan rasa takut.
Rasa takut itu sengaja ingin diciptakan agar pejabat yang bersangkutan kemudian mengurangi aktivitasnya dan menjadi lemah.
"Tetapi kita tidak seperti itu biarpun ada ancaman pembunuhan, kita tetap bekerja keras, dengan orientasi kami menyelematkan keamanan bangsa. Soal nyawa itu ada di tangan Allah," ujar Wiranto.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjan Pol Muhammad Iqbal menetapkan enam tersangka sebagai aktor aksi penyusupan dalam unjuk rasa 21 dan 22 Mei 2019 lalu yang juga berujung kerusuhan.
Enam tersangka itu memiliki peran berbeda mulai dari pembelian senjata api hingga peran menyusup ke kerumunan massa pada aksi 21-22 Mei.
Bahkan Polri berhasil mengungkap adanya perintah kepada tersangka untuk membunuh empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei kepada tersangka.
Dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2019) Iqbal mengatakan pihaknya sudah menetapkan tersangka dengan inisial HK alias Iwan, AZ, IR, dan TJ sebagai eksekutor.
Siapa Gories Mere?
Nama Gories Mere menjadi satu di antara 4 tokoh nasional yang disebutkan oleh Kapolri Tito Karnavian yang jadi terget pembunuhan kelompok bayaran di aksi 22 Mei, Selasa (28/5/2019).
Dirangkum TribunWow.com, Gregorious Gories Mere merupakan lulusan AKABRI Kepolisan pada tahun 1976.
Ia lalu melanjutkan di tingkat Sespimpol pada tahnu 1992 dan Sesko ABRI di tahun 1998.
Dilansir oleh situs perusahaan Darma Henwa, Gories Mere mengemban tugas sebagai petugas kepolisian sebagai Kasatserse Um Dit Serse Polda Metro Jaya, Kapolres Metro Jakarta Timur, Kadit Serse Polda Jabar.
Ia juga pernah menjabat sebagai Kadit Serse Polda Metro Jaya, Irpolda Nusa Tenggara Timur, Wakapolda Nusa Tenggara Timur, Dirserse Pidana Narkoba Mabes Polri, dan Wakabareskrim Polri.
Dikutip dari Kompas.com, di tahun 2010, Gories Mere menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan gelar jenderal bintang tiga.
Lelaki kelahiran Medan ini juga pernah berkiprah di Perintis Detasemen Khusus 88 (Antiteror) Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ia juga merupakan mantan Kepala Densus 88 yang dituding menjadi dalang penangkapan teroris Abu Bakar Baasyir.
Serta terlibat dalam penangkapan teroris Dr. Azhari.
Nama Gories Mere juga pernah disebutkan Abu Bakar Baasyir saat berada di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Densus 88 mempunyai pasukan khusus satgas anti bom dibawah komando Gories Mere. Semua saksi-saksi sudah disiapkan dengan tekanan Densus 88. Dalam kasus Aceh ini orang-orang yang jadi saksi saya juga mengadapi siksaan," kata Abu Bakar Baasyir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, 2011 silam.
Menjadi sasaran pembunuhan juga bukan kali pertama dialami oleh Gories Mere.
Saat menjabat sebagai Kepala BNN, Gories Mere pernah dikirimi paket bom.
Bom tersebut berupa buku yang ditujukan untuk politisi Partai Demokrat di tahun 2011.
Tak hanya di kantor, di rumah ia juga pernah dikirimi paket bom tersebut.
Saat ini, Gories Mere menjadi Staf Khusus untuk Presiden Joko Widodo sebagai staf khusus bidang intelijen.
Ia diangkat menjadi staf khusus pada Juli 2017 bersama dengan beberapa staf khusus lainnya.
Pada waktu itu, pengangkatan Gories Mere menjadi pertanyaan banyak pihak karena banyak yang menganggap tugasnya sama dengan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Namun, sampai saat ini ia masih menjabat di posisi tersebut.
Tito Karnavian Ungkap Kronologi Aksi 22 Mei
Terpisah, Kapolri Tito Karnavian menjelaskan kronologi aksi demo 22 Mei 2019 di lima titik, yakni di depan Bawaslu, Tanah Abang, Petamburan, Cideng, hingga Jatinegara.
Hal itu disampaikan pada konferensi pers yang disiarkan Kompas TV, Rabu (22/5/2019) sore.
Tito Karnavian mengungkapkan, kondisi awal di ketiga titik tersebut aman dan lancar berkat pengamanan dari pihak berwajib.
Pengamanan tersebut pun dilakukan oleh pihak Kepolisian dan TNI sesuai dengan prosedur yang ada.
Sebelumnya, pihak Kepolisian sudah menempatkan diri untuk mengamankan lokasi aksi buka puasa bersama di depan kantor Bawaslu, Jalan Thamrin, Jakarta, Selasa (21/5/2019).
Tito pun menambahkan bahwa sejatinya rakyat bebas untuk menyatakan pendata, sesuai Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.
Namun, hal tersebut tetap dilakukan sesuai dengan batas-batas yang telah ditentukan.
Berpendapat di muka umum diperbolehkan, asal tidak berada di tempat yang mengganggu ketertiban publik.
Selain itu, seharusnya rakyat juga mengetahui batas waktu untuk menyatakan pendapat di muka publik.
"Tidak boleh menyatakan pendapat di ruang terbuka lebih dari pukul 18.00. Jika di ruang tertutup, tidak boleh lebih dari 22.00. Itu aturan hukum yang berlaku," tutur Tito Karnavian.
Namun, Tito menambahkan, pihak aparat juga telah melakukan diskresi dan toleransi penyampaian aspirasi di Bawaslu yang sudah dimulai massa sejak pukul 14.30 WIB hingga berlanjut acara buka bersama.
Tito menerangkan, pihak aparat juga telah menjaga lokasi selama beberapa hari secara aman dan lancar.
Namun, sekitar pukul 22.30-23.00 WIB, sekitar 300-400 pemuda mendatangi Bawaslu dari arah Tanah Abang.
Mereka langsung melempari anggota-anggota yang bertugas di Bawaslu dengan alat-alat yang membahayakan.
"Ada batu besar, molotov, juga petasan," ujar Tito.
Tito mengungkapkan, kala itu para pihak berwajib telah bersikap defensif bertahan.
Namun, semakin lama diserang, akhirnya para anggota berusaha mendorong para perusuh ke daerah Tanah Abang dan Kebon Kacang.
Karena sudah banyak yang melemparkan molotov dan alat-alat berbahaya, para aparat akhirnya mengeluarkan gas air mata untuk membubarkan mereka, hingga sekitar pukul 03.00-04.00 pagi, Rabu (22/5/2019).
Tito juga menerangkan, terdapat kelompok lain yang menyerang di Petamburan.
Di Petamburan, kelompok anak-anak muda menyerang asrama polisi di pinggir jalan.
"Asrama itu ada anggota polisi dan anak-anaknya, dan langsung melakukan pembakaran kendaraan yang parkir di situ, karena asrama terbuka untuk jalan umum di situ," tuturnya.
Sekelompok massa juga mengepung asrama polisi di Cideng, Jakarta Pusat.
Mereka berusaha menyerang asrama, bukan hanya kepada anggota polisi, tetapi juga anak dan istri.
Di sisi lain, juga terdapat 50-100 orang yang membakat ban di jalan kawasan Jatinegara, meskipun akhirnya bisa dibubarkan aparat berwajib.
Tito juga mengungkapkan laporan tentang sebuah ambulans yang di dalamnya berisi batu dan alat pemukul lainnya, setelah aksi pagi hari mereda.
"Pengalaman di kasus sebelumnya, seringkali ambulans jadi cover untuk memasukkan barang berbahaya," ungkap Tito.