TRIBUNNEWS.COM - Bareskrim Polri melakukan penangkapan terhadap pelaku penyebar hoaks tentang bocornya server KPU yang sudah direkayasa untuk kemenangan pasangan capres cawapres Joko Widodo (Jokowi)-Maruf Amin.
Pelaku yang diketahui berinisial WN, merupakan seorang dosen di Solo, Jawa Tengah.
Pelaku ditangkap di rumahnya di wilayah Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali pada 11 Juni 2019 setelah dua bulan dalam pengejaran polisi.
Berikut ini fakta-fakta penangkapan pelaku penyebar hoaks tentang bocornya server KPU sebagaimana dirangkum Tribunnews.com, Senin (17/6/2019):
1. Awal Mula Kasus
Kasubdit II Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Rickynaldo mengatakan penangkapan terhadap tersangka WN dilakukan setelah pihak Kepolisian mendapatkan laporan pengaduan dari KPU.
Baca: TNI Terjunkan SAT Gultor untuk Amankan Anggota KPU, Dokumen, dan Server Penghitungan Suara
Saat itu, KPU melakukan pelaporan terhadap seseorang yang belum diketahui identitasnya ketika itu soal penyebaran hoaks.
"Banyak tersebar di media sosial diantaranya Facebook, Twitter dan YouTube sehingga sangat merugikan pihak KPU sebagai penyelenggara pemilu," ungkap Rickynaldo.
2. Pelaku Sebar Hoaks di Rumah Mantan Bupati
Menurut Rickynaldo, pelaku menyebarkan hoaks di rumah mantan Bupati Serang berinisial MTN di Jalan Jagarahayu, Serang, Banten pada 27 Maret 2019 sekira pukul 14.00 WIB.
Acara tersebut rapat rutin koordinasi kemenangan relawan salah satu paslon wilayah Banten yang dihadiri oleh ketua-ketua korwil wilayah tersebut.
"Saat itu, tersangka WN diundang oleh ketua tim pemenangan relawan paslon wilayah Banten tersebut untuk memberikan paparan atau materi terkait bocornya server KPU dan disetting angka 57 persen untuk salah satu pasangan calon," tutur Rickynaldo.
Saat itu tersangka WN menyampaikan diantaranya bahwa KPU saat ini hanya mengekor banyak duplikasi data.
Dirinya menyebut adanya server KPU yang tujuh lapis salah satunya bocor.
"Salah satu paslon sudah membuat angka 57% dan Prabowo sudah menang diangka 68% hal tersebut sudah kami petakan di 33 provinsi," pungkas Rickynaldo.
3. Pelaku Akui Narasi Dalam Video Bersumber dari Medsos
Berdasarkan hasil pemeriksaan, tersangka mengakui narasi yang disampaikannya di video tersebut tidak didukung bukti.
Dirinya hanya menemukan informasi tersebut dari medsos.
Pada 3 April 2019 rekaman video paparan tersangka WN, tersebar di beberapa akun media sosial.
Baca: Supermicro Dukung Transformasi Pusat Data Intel Lewat Arsitektur Disaggregated Servers
Atas perbuatan tersebut tersangka dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 311 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP.
Pelaku terancam hukuman pidana penjara maksimal sepuluh tahun dengan denda paling banyak Rp750.000.000,00.
Dari tangan tersangka Polisi menyita satu buah Handphone merk Blackberry 9850, satu buah Handphone merk Nokia, satu buah Handphone merk ASUS, satu buah sim card telkomsel, satu buah sim card XL, satu buah KTP dan dua buah kartu ATM Bank Mandiri.
4. Pelaku Dosen di Solo
Dikutip dari rilis jumpa pers yang digelar Bareskrim Polri, Senin (17/6/2019), dari keterangan Kombes Pol Rickynaldo Chairul, pelaku adalah dosen di bidang IT di dua universitas di Solo.
Pelaku bergelar Magister Komputer.
Adapun motif pelaku menyebarkan hoaks untuk mendapat pengakuan dalam rangka kredibilitasnya sebagai salah satu tenaga ahli komputer.
(Tribunnews.com/Fahdi Fahlevi/Daryono)