Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan Polri akan mengambil sikap tegas apabila ada anggotanya atau personel yang terpapar paham radikalisme.
Hal ini diungkapkannya terkait pernyataan Menteri Pertahanan RI (Menhan) Ryamizard Ryacudu yang menyebut tiga persen anggota TNI terpapar paham radikalisme.
Dedi mengatakan Korps Bhayangkara memiliki regulasi internal yang jelas terkait hal tersebut dan harus dipatuhi oleh semua personelnya tanpa pandang bulu.
Baca: Jelang Kongres, PDI Perjuangan DIY Masih Menginginkan Megawati Soekarnoputri Jadi Ketua Umum
Baca: 27 Personel Polri Ikuti Tes Jadi Penyidik KPK
"Sudah arahan dan sudah ada ketentuan yang jelas. Seluruh anggota Polri harus tunduk, taat regulasi internal," ujar Dedi, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2019).
Bila terbukti ada yang melakukan pelanggaran, mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu menyebut Polri akan menindak dengan memberi sanksi.
"Jika terbukti melakukan pelanggaran, maka ada tindakan-tindakan lebih lanjut, baik tingkat polres, tingkat polda, maupun Mabes Polri," tegas Dedi.
Penjelasan Menhan
Kalangan prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) mulai didapati terpapar paham radikalisme.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu lalu mengaku prihatin terhadap dengan sekelompok tertentu yang ingin mengganti ideologi negara Pancasila dengan ideologi khilafah negara Islam.
Data Kementerian Pertahanan (Kemhan), sebanyak sekitar tiga persen anggota TNI yang sudah terpapar paham radikalisme dan tidak setuju dengan ideologi negara, Pancasila.
"Kurang lebih 3 persen, ada TNI yang terpengaruh radikalisme," ujar Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu dalam sambutan pada acara halalbihalal Mabes TNI yang dilangsungkan di GOR Ahmad Yani Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (19/6/2019).
"Saya sangat prihatin, dengan hasil pengamatan yang dilakukan Kementerian Pertahanan baru-baru ini, tentang Pancasila. Pancasila itu kan perekat negara kesatuan ini. Rusaknya Pancasila, rusaknya persatuan kita. Hilangnya Pancasila, berarti hilangnga negara ini," kata Ryamizard.
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini pun mengungkapkan alasannya menyampaikan keprihatinan di tengah-tengah berkumpulnya para anggota TNI aktif dan para purnawirawan.
Ia pun berharap kehadiran para purnawirawan TNI dapat membantu mengurangi atau bahkan mengentaskan hal yang dianggapnya berbahaya itu.
"Mumpung kita berkumpul, ada sesepuh (purnawirawan), bersama-sama bagaimana mengatasi Indonesia terhindar dari hal yang tidak diinginkan," ucapnya.
Ryamizard yang adalah menantu mantan Wakil Presiden Try Sutrisno meminta agar anggota TNI yang terpapar paham radikalisme kembali mengingat dan berpegang pada sumpah prajurit.
"Kita mengimbau supaya mereka menepati sumpah prajurit, menyatakan setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila. Sumpah, tidak boleh main-main dengan sumpah," ucapnya.
Selain prajurit TNI yang tidak setuju dengan Pancasila, sebanyak 23,4 persen mahasiswa setuju dengan negara Islam/ khilafah, lalu ada 23,3 persen pelajar SMA.
"Sebanyak 18,1 persen pegawai swasta menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila, kemudian 19,4 persen PNS menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila, dan 19,1 persen pegawai BUMN tidak setuju dengan Pancasila," ujarnya.
Ryamizard berharap agar momen halal bihalal dapat kembali mempersatukan bangsa Indonesia.
"Mari kita jaga persatuan bangsa, karena ini adalah satu tugas pokok TNI, termasuk purnawirawan. Kenapa purnawirawan juga? Karena purnawirawan ini tidak terlepas dari sumpah, tetap ada sampai mati," ucapnya.
Pada bagian lain, Ryamizard mengatakan, belum memikirkan rencana program wajib militer.
Cara membela negara tidak perlu dengan program wajib militer, tetapi meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila jauh lebih penting.
"Ya kalau kita wajib militer tapi ini (Pancasila) nggak di sini (sambil nunjuk kepala) itu bahaya. Jadi benak kita harus Pancasila, nggak boleh berubah. Yang nggak suka Pancasila saya bilang dari dulu keluar dari negara ini," kata Ryamizard saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/6/2019).
Ryamizard mengatakan, siapa saja boleh mengusulkan apa pun untuk keamanan negara. Namun, ia mengatakan saat ini Menhan masih mengembangkan program Bela Negara.
"Bela Negara penting, itu adalah ujung-ujungnya adalah intinya Pancasila," ujarnya.
Program Wajib Militer
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengusulkan pembentukan program wajib militer kepada Kementerian Pertahanan (Kemhan).
"Jadi kami mengusulkan agar kita mulai menerapkan wajib militer sebagaimana semua negara maju yang ada di dunia," kata anggota BPK, Agung Firman Sampurna, seusai menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan Kemhan tahun 2018 oleh BPK di Kantor Kemhan, Jakarta, Senin.
Menurut Agung, selain berperan dalam operasi militer perang, latihan, persiapan, dan pengadaan alutsista dan sebagainya, Kemhan perlu menerapkan program wajib militer seperti yang dilakukan oleh semua negara maju di dunia.
Ia menilai program wajib militer adalah salah satu upaya untuk meningkatkan pendidikan bela negara dan menjadikan Indonesia menjadi negara yang kuat.
"Sudah waktunya bagi kita meningkatkan program pendidikan bela negara kita menjadi lebih terstruktur yang lebih sistematis dan lebih masif yaitu dengan wajib militer," kata Agung.
Sebelumnya, Ryamizard Ryacudu menegaskan, sebagai bentuk penguatan jati diri mahasiswa, pemerintah harus terus menumbuhkan rasa bela negara di linkungan perguruan tinggi.
"Bela negara harus dilaksanakan di perguruan tinggi dan dievaluasi dalam rangka penguatan jati diri mahasiswa baru yang sedang mencari identitas atau jati dirinya,” kata Ryamizard saat membuka Rapat Koordinasi dan Evaluasi Pelaksanaan Bela Negara di Perguruan Tinggi, Maret lalu di kantor Kemhan, Jakarta.
Baca: Kisah Pilu Kevin Aprilio Pernah Bangkrut dan Punya Utang 17 Miliar hingga Nyaris Bunuh Diri
Menhan menambahkan, kesadaran bela negara tidaklah dibawa sejak lahir, tetapi perlu ditumbuhkan secara terus-menerus.
Karena itu, pembinaan bela begara adalah upaya tanpa henti untuk menyesuaikan dengan tuntutan perubahan zaman.
Oleh sebab itu, program bela negara harus dimasukan ke dalam kurikulum agar penerapannya efektif.
Apalagi, kurikulum bela negara dinilai terbukti menjadi salah satu upaya untuk mencegah pengaruh negatif yang memengaruhi mahasiswa, seperti terorisme, paham radikal, dan narkotika.
Sebagai langkah awal, ketika masa orientasi mahasiswa, materi bela negara bisa dimasukkan empat hari di kelas.
Setelah itu baru pemberian pemahaman bela negara lebih lanjut.
"Di dalamnya bisa disampaikan tujuan dari tindakan teroris itu apa, untuk menekan paham radikal itu bagaimana. Lalu bagaimana hukumnya kalau orang Indonesia tapi tidak mengakui Pancasila," ujar Ryamizard. (Tribu