News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Bambang Widjojanto Akui Sulit Membuktikan Kecurangan Pilpres

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Tim Hukum Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN), Bambang Widjojanto (kanan) menghadiri sidang sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019). Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau Sengketa Pilpres 2019 mengagendakan pembacaan tanggapan pihak termohon dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pihak terkait dalam hal ini Tim Kampanye Nasional (TKN). Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perselisihan hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden atau disebut sengketa pilpres tinggal menunggu putusan.

Sembilan orang majelis hakim konsitusi dijadwalkan mengumumkan atau membacakan hasil akhir pilpres 2019, Kamis (27/6/2019) lusa.

Bagaimana peluang kemenangan pemohon Paslon 02, Prabowo Subianto - Sandiaga S Uno?

Kuasa hukum Paslon 02, Bambang Widjojanto, mengakui pihaknya sebagai pemohon sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi tidak mungkin membuktikan kecurangan yang terjadi di pemilihan presiden 2019.

Baca: Belahan Rok Punya Tujuan Khusus, 5 Hal tentang Seragam Pramugari Lion Air yang Jarang Diketahui

Menurut Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno itu, yang bisa membuktikan kecurangan adalah institusi negara.

"Siapa yang bisa buktikan (kecurangan) ini? Pemohon? Tidak mungkin. Hanya institusi negara yang bisa, karena ini canggih," kata Bambang Widjojantodi Media Center Prabowo-Sandiaga, Jakarta, Senin (24/6/2019).

Bambang Widjojanto menyebut, dalam sengketa Pilpres 2019 selalu yang dijadikan perbandingan adalah form C1, yakni formulir hasil rekapan perolehan suara asli dari tempat pemungutan suara (TPS) untuk membuktikan perbedaan selisih suara.

Padahal, menurut Bambang, pembuktian kecurangan saat ini tak bisa lagi menggunakan cara-cara lama seperti membandingkan formulir C1.

Baca: Ully Moch Rilis Lagu 'HUN' Bersama Ifan Seventeen, Ciptaan Mendiang Herman Seventeen untuk Istri

BW sapaan Bambang Widjojanto pun membandingkan MK yang bertransformasi ke arah modern dengan permohonan perkara daring dan peradilan yang cepat, maka pembuktiannya diharapkan dapat menjadi modern pula.

"Katanya speedy trial. Kalau speedy trial enggak bisa pakai old fashioned," ujar dia.

Hal serupa dikemukakan oleh juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo - Sandiaga, Dahnil Anzar.

Menurut dia, dalam sidang MK, majelis perlu menggunakan paradigma progresif substantif.

Agar kemudian tadi saya sebutkan paradigma hakim itu bukan lagi paradigma kalkulator, mahkamah kalkulator, tapi paradigmanya progresif substantif,” kata dia.

MK telah selesai menggelar pemeriksaan perkara hasil pilpres melalui persidangan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini