News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mantan Dirut PLN Sofyan Basir Didakwa Pemufakatan Jahat, Ini Alasan KPK

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Utama nonaktif PT PLN (Persero) Sofyan Basir usai menjalani sidang dakwaan kasus suap proyek PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2019). Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa Sofyan Basir melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi yakni memfasilitasi pengusaha dalam kesepakatan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1 saat dirinya masih menjabat sebagai Direktur Utama PT PLN Persero. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam persidangan perkara korupsi proyek PLTU Riau-1, mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir didakwa Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlibat pemufakatan jahat.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah beralasan, Sofyan Basir berniat membantu terjadinya tindak pidana korupsi. Dalam kasus PLTU Riau-1 ini, Sofyan berusaha mengatur pertemuan sedemikian rupa.

"Dalam hukum pidana ada yang disebut dengan melakukan perbuatan atau melakukan kejahatan ada yang bersama-sama melakukan. Itu berbeda-beda bentuk perbuatannya, ada juga membantu. Dalam konteks terdakwa Sofyan Basir yang kami dakwa kemarin, perbuatannya diduga adalah membantu terjadinya tindak pidana. Karena itu kami menggunakan pasal 56 (KUHP) dan pasal 15 (UU Tipikor)," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2019).

Baca: Penerbangan Pindah ke Kertajati, AP II Hadirkan Angkutan Travel hingga Damri Gratis

Baca: 5 Fakta Kasus Narkoba Jerry Aurum, Barangh Kualitas Tinggi hingga Tanggapan Denada

Baca: 3 Film Besutan Sutradara Bambang Drias Bakal Rilis Tahun 2019, Ini Kesannya Menunggu Tayang

Pasal 15 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu, jelas Febri, menegaskan konsekuensi hukum terhadap percobaan, perbantuan, dan permufakatan jahat dihukum sama dengan pelaku tindak pidana.

Kata Febri, pasal 15 merupakan salah satu bentuk konsep extraordinary dalam kasus korupsi.

"Pasal 15 adalah salah satu bentuk dari konsep extraordinary-nya korupsi. Kalau di tindak pidana umum percobaan itu bisa divonis atau dituntut jauh lebih ringan, kalau di tindak pidana korupsi tidak. Jadi agar bisa dihukum sama dengan pelaku perbuatan," katanya.

Pasal 15 berbunyi:

Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.

Febri menegaskan, KPK akan fokus membuktikan bagaimana peran Sofyan membantu tindak pidana.

Ia mengatakan tindak pidana korupsi dalam kasus yang didakwakan pada Sofyan Basir sudah terbukti sebelumnya.

Selain tentang dakwaan, Febri juga bicara soal permintaan pihak Sofyan untuk menambah pihak yang bisa mengunjungi Sofyan. Ia mengatakan hal tersebut tergantung hakim.

Sebelumnya, Sofyan didakwa membantu memfasilitasi mantan Anggota DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham untuk menemui dan menerima suap Rp4,75 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo. Bantuan yang diberikan mantan Dirut PLN itu berkaitan dengan proyek PLTU Riau-1.

Sofyan, juga disebut jaksa, melakukan pemufakatan jahat. Hal itu tertuang dalam surat dakwaan Sofyan yang dibacakan dalam persidangan.

Sofyan didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 11 juncto Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 56 ke-2 KUHP

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini