Dia pun membandingkan MK yang bertransformasi ke arah modern dengan permohonan perkara daring dan peradilan yang cepat.
Maka, pembuktiannya pun diharapkan dapat menjadi modern pula.
"Katanya speedy trial. Kalau speedy trial enggak bisa pakai old fashioned,” ujar dia.
Aksi Damai di MK
Sejumlah organisasi akan menggelar unjuk rasa untuk mengawal putusan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Unjuk rasa tersebut akan diikuti sejumlah organisasi di antaranya Persaudaraan Alumni (PA) 212, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, dan lainnya.
Unjuk rasa dilakukan sebagai bagian dari perjuangan untuk menegakkan keadilan sesuai dengan ajaran agama.
Bahkan, PA 212 telah berkegiatan di depan MK sejak Senin (24/6/2019) dan rencananya akan berlangsung hingga putusan sengketa Pilpres 2019 dibacakan.
Baca: Anggap Saksi BPN Tak Mampu Buktikan TSM, Ferdinand Hutahaean: Demokrat Tak Perlu Harap-harap Cemas
Baca: Kapolri Larang Aksi Unjuk Rasa di MK, Ini Langkah Antisipasi Pengamanan
Sebelumnya, putusan sengketa Pilpres 2019 akan dibacakan pada Jumat (28/6/2019).
Namun, MK memutuskan untuk mempercepat pembacaan putusan menjadi Kamis (27/6/2019).
Aksi bertajuk Halal bi Halal 212 diklaim sebagai aksi super damai diisi dengan zikir, doa, serta salawatan di seluruh ruas jalan sekitar MK.
Aksi ini dilakukan demi memberikan dukungan moril pada sembilan hakim MK selama proses persidangan hingga pengambilan keputusan.
Rencana demo tersebut mengundang komentar dari sejumlah pihak, di antaranya Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) hingga Wiranto.
Baca: Dapat Info Unjuk Rasa dari Medsos, Polri Belum Terima Surat Pemberitahuan dari Polda Metro
Baca: Azyumardi Azra: Tunggu Hasil MK, Tak Perlu Gelar Aksi Unjuk Rasa
Berikut komentar sejumlah kalangan terkait rencana unjuk rasa di MK saat sidang putusan sengketa Pilpres 2019, dirangkum Tribunnews.com: