Tidak ada alasan lagi bagi para pendukung untuk menggelar aksi massa.
Jika aksi itu tetap terjadi, Wiranto mempertanyakan apa yang diperjuangkan.
"Kalau ada gerakan massa saya perlu tanyakan, ini gerakan untuk apa? Yang diperjuangkan apa? Lalu kelompok mana?" ujar Wiranto.
Baca: Wiranto : Kalau Ada Gerakan Massa Saya Perlu Tanya Apa yang Diperjuangkan?
3. Kapolri Larang Demo di MK
Kepolisian melarang aksi unjuk rasa di depan Gedung MK.
Demikian dikatakan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian di ruang Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2019).
"Saya sudah menegaskan kepada Kapolda Metro, kepada Badan Intelijen Kepolisian, tidak memberikan izin untuk melaksanakan demo di depan MK," kata Tito.
Keputusan tersebut juga berkaca dari kejadian kerusuhan 21-22 Mei 2019, yang diduga telah direncanakan oleh sekelompok perusuh.
Tito mengaku, tidak ingin ada oknum yang memanfaatkan diskresi Kepolisian untuk membuat kekacauan.
"Jadi peristiwa 21-22 (Mei) itu sudah direncanakan memang untuk rusuh."
"Saya tidak ingin itu terulang kembali, kebaikan yang kita lakukan, diskresi, saya tidak ingin lagi disalahgunakan."
"Untuk itu, saya larang semua unjuk rasa di depan MK yang melanggar ketertiban publik," ungkap dia.
Baca: Polri Amankan Sidang Putusan Sengketa Pilpres 2019, Kapolri: Tidak Boleh Membawa Peluru Tajam
4. Nekat Buat Kerusuhan, Akan Ditangkap
Senada dengan Tito, Wiranto menyebutkan, larangan demo di depan MK sekaligus mengantisipasi potensi ricuh seperti yang terjadi 21-22 Mei 2019.
Kepolisian tidak akan tinggal diam jika hal itu terulang lagi.
"Kalau ada yang nekat, ada demonstrasi, bahkan menimbulkan kerusuhan, saya tinggal cari saja," ujar Wiranto.
"Demonstrasi itu kan ada yang mengajak, ada yang mendorong, menghasut, nanti kan kita tinggal tahu siapa tokoh yang bertanggung jawab itu."
"Tinggal kami cari tokohnya, kami tangkap saja karena menimbulkan kerusuhan," tambah dia.
Wiranto mengatakan, pihaknya tidak mau main-main dalam hal keamanan nasional.
Dia merasa, pemerintah sudah berada di jalan yang benar dalam mengatasi potensi kericuhan ini.
Ia mengakui aksi unjuk rasa merupakan hak masyarakat.
Namun, dia mengingatkan kebebasan masing-masing individu tidak boleh sampai mengganggu kebebasan orang lain.
"Kebebasan tidak boleh ganggu keamanan nasional, ada toleransi hukum. Jika toleransi hukum dilanggar, dilewati, ya kita tinggal menindak saja kok siapa tokohnya itu," kata dia.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Rina Ayu Panca Rini) (Kompas.com/Jessi Carina/Devina Halim)