Administrasi atau pencatatan pernikahan merupakan satu dari sekian banyak fungsi atau peran paling menonjol yang dijalankan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan.
Sering bersinggungan dengan masyarakat, dari beberapa riset, ternyata KUA menunjukkan fakta negatif.
Fakta tersebut diantaranya terjadi praktik gratifikasi, kapasitas petugas yang belum memenuhi standar, gedung KUA yang kurang nyaman, sarana dan prasarana yang tidak memadai, dan masih banyak lagi.
Demi memperbaiki kinerja KUA, pemerintah mengeluarkan kebijakan lewat diterbitkannya regulasi PP Nomor 48 Tahun 2014.
Peraturan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan keluarnya Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 46 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak atas Biaya Nikah atau Rujuk di Luar Kantor Urusan Agama Kecamatan, penataan SDM, penataan anggaran, dan penataan infrastruktur.
Lantas setelah dikeluarkannya peraturan tersebut, seperti apa tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan KUA Kecamatan?
Untuk mengetahuinya, sekaligus menjalankan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2017, Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, pada tahun 2018 ini menyelenggarakan Survei Indeks Layanan KUA Kecamatan melalui Survei Kepuasan Masyarakat (SKM).
Berikut ini hasil survei yang merepresentasikan jawaban (generalisasi) kepuasan masyarakat terhadap layanan pencatatan nikah di KUA, untuk setiap tipologi dan agregat secara nasional.
Satu, skor IKM Nasional, temuan lapangan berhasil mengukur IKM layanan KUA sebesar 80,33. Selanjutnya dengan simpangan baku 16,14, maka IKM KUA 2018 signifikan di angka 81,5 dengan tipologi paling tinggi adalah KUA Tipe “B” (86,3) dan terendah KUA Tipe “A” (66,5).
Dua, skor IKM perdimensi, seluruh dimensi layanan signifikan menjadi faktor yang merefleksikan kualitas layanan KUA, dari hasil analisis, ternyata dimensi paling prinsip adalah Perilaku Petugas (84,5).
Tiga, dimensi layanan tertinggi adalah perilaku petugas dengan nilai 84.5, kemudian diikuti dengan kompetensi petugas yaitu nilai 84.
Empat, dimensi layanan terendah adalah penanganan aduan dengan nilai 73.5. Kemudian di atasnya adalah sarana prasarana dengan nilai 78.
Lima, faktor Pengaruh IKM KUA, variabel yang signifkan berpengaruh terhadap IKM 2018 adalah tipologi KUA
Tak hanya itu saja, tipologi KUA ternyata menjadi variabel yang mempengaruhi IKM KUA 2018.
Enam, terdapat beberapa subdimensi layanan yang memiliki gap 10 (sepuluh) tertinggi, seperti area parkir luas dan aman sebesar 0.40; kotak saran, keluhan, dan masukan sebesar 0.37; toilet yang selalu bersih sebesar 0.37; ruang tunggu yang nyaman sebesar 0.36; umpan balik KUA terhadap keluhan, saran dan masukan sebesar 0.34.
Tindakan terhadap pengaduan, saran dan masukan sebesar 0.33; kemajuan teknologi pelayanan sebesar 0.32; ruang akad nikah di KUA yang rapi dan teratur sebesar 0.27; keamanan gedung KUA 0.27; dan kebersihan gedung KUA 0.26.
Dari fakta tersebut untuk meningkatkan kualitas pelayanan KUA diberikan beberapa rekomendasi.
Pertama, KUA Tipologi A diketahui memiliki IKM terendah, hal tersebut diduga karena tingginya angka pencatatan perkawinan di KUA tipe A, sehingga penghulu tidak memiliki waktu yang cukup untuk layanan.
Untuk itu, survei merekomendasikan perlu adanya batasan (kuota) maksimal pencatatan perkawinan bagi masing-masing penghulu untuk setiap harinya.
KUA Tipologi A dengan angka pernikahan tinggi untuk perlu diterapkan batasan maksimal pencatatan penghulu setiap harinya.
Kedua, perlu adanya perbaikan terhadap layanan yang dinilai penting oleh masyarakat, namun tidak puas terhadap layanan yaitu Informasi mengenai persyaratan layanan pernikahan telah diumumkan secara terbuka, Gedung KUA tampak bersih, Ruangan akad nikah di KUA tampak rapi/teratur, Peralatan elektronik yang tersedia mengikuti kemajuan IPTEK, Gedung KUA aman dari pencurian, dan kriminalitas lainnya.
Ketiga, Perlu perbaikan layanan dari dimensi penanganan aduan dan sarana prasarana yang memiliki gap (harapan dan kenyataan) tertinggi, yaitu luas area parkir, kotak saran atau bentuk lainnya, kebersihan toilet, kenyamanan ruang tunggu, kurangnya respon atas keluhan masyarakat, dan bentuk respon yang tidak sesuai harapan masyarakat.
Keempat, perlunya peningkatan sosialisasi PMA Nomor 46 Tahun 2014 tentang PNBP atas Biaya Nikah atau Rujuk di Luar Kantor Urusan Agama Kecamatan kepada masyarakat luas, sehingga masyarakat dapat memahami besaran biaya pencatatan nikah, sesuai ketentuan yang ada di dalam PMA tersebut.
Dan, kelima yang terakhir, perlu peningkatan anggaran bagi sarana dan prasarana KUA agar layanan KUA Kecamatan dapat lebih maksimal, antara lain dalam halkotak saran atau saran lain, sarana ruang tunggu yang nyaman, peralatan elektronik untuk menunjang tugas layanan KUA Kecamatan.(*)