Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bupati Minahasa Selatan, Sulawesi Utara Christiany Eugenia Paruntu, irit bicara setelah menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (26/6/2019).
"Nanti tanya pak penyidik aja ya," ucap Christiany Eugenia Paruntu.
Terhitung lima kali kalimat tersebut dilontarkan Christiany menjawab pertanyaan yang diajukan wartawan.
Christiany diperiksa kurang lebih 6 jam sebagai saksi atas kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso.
Pantauan Tribunnews.com, hanya satu kalimat pembeda yang diucapkan Christiany selain 'tanya pak penyidik', yakni ketika ia dikonfirmasi soal materi pemeriksaan secara garis besar.
Baca: Ketika Komisioner KPU Sarankan Perokok Tak Jadi Petugas KPPS
Baca: Emir Moeis: Cegah Perpecahan, Indonesia Harus Kembali ke UUD 1945
Baca: Tidak Kirim Utusan, Dubes Palestina Kecam Keras Deal of the Century yang Diinisiasi Amerika
"Ya, gratifikasinya (gratifikasi yang diterima Bowo Sidik)," tutur Christiany di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (26/6/2019).
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menerangkan materi pemeriksaan untuk Christiany.
Christiany ditelisik penyidik KPK terkait asal-usul penerimaan gratifikasi Bowo.
"Pemeriksaan yang dilakukan merupakan bagian dari proses penelusuran asal-usul gratifikasi terhadap BSP (Bowo Sidik Pangarso)," kata Febri kepada wartawan, Rabu (26/6).
Diberitakan, KPK menetapkan anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso dan anak buahnya, staf PT Inersia bernama Indung serta Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia Asty Winasti sebagai tersangka.
Para pihak tersebut ditetapkan sebagai tersangka setelah diperiksa intensif usai ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (27/3) hingga Kamis (28/3) dinihari.
Baca: Jelang Putusan MK, Gerindra Sebut Prabowo yang Akan Menang dan Ajak Kubu Jokowi Gabung
Baca: Sudah Setuju Gabung Barcelona, Buffon Balik Arah dan Pindah ke Juventus
Bowo melalui Indung diduga menerima suap dari Asty dan petinggi PT Humpuss Transportasi Kimia lainnya terkait kerja sama pengangkutan menggunakan kapal PT Humpuss Transportasi Kimia.
Tak hanya suap dari PT Humpuss Transportasi Kimia, Bowo juga diduga menerima gratifikasi dari pihak lain.
Secara total, suap dan gratifikasi yang diterima Bowo mencapai sekitar Rp8 miliar.
Uang tersebut dikumpulkan Bowo untuk melakukan serangan fajar pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.
Penyuap Bowo Sidik jalani sidang dakwaan
- Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa General Manager Commercial PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti menyuap anggota komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso.
Suap itu sebesar Rp 311.022.932 dan 158.733 dollar Amerika Serikat.
Sidang beragenda pembacaan surat dakwaan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Rabu (19/6/2019).
"Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," kata JPU pada KPK, Kiki Ahmad Yani, saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa mengungkap, Asty bersama-sama dengan Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia Taufik Agustono telah menyuap anggota komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso.
Uang itu diberikan agar Bowo Sidik membantu PT Humpuss Transportasi Kimia menjalin kerja sama pekerjaan pengangkutan dan sewa kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik.
Baca: Kasus Suap Bakamla, KPK Periksa Dirut Putra Pratama Unggul Lines
Hal itu mengingat Bowo merupakan anggota komisi VI DPR yang bermitra dengan Kementerian BUMN dan seluruh BUMN.
Di persidangan, JPU pada KPK mengungkap pemberian uang itu dilakukan secara bertahap, antara lain :
- 1 Oktober 2018 sebesar Rp 221.522.932 di Rumah Sakit Pondok Indah melalui orang kepercayaan Bowo Sidik, Indung Andriani.
- 1 November 2018 sebesar 59.587 dollar Amerika Serikat di Coffee Lounge Hotel Grand Melia melalui Indung Andriani.
- 20 Desember 2018 sebesar 21.327 dollar Amerika Serikat di Coffee Lounge Hotel Grand Melia melalui Indung Andriani.
- 26 Februari 2018 sebesar 7.819 dollar Amerika Serikat di kantor PT HTK melalui Indung Andriani.
- 27 Maret 2019 sebesar Rp 89.449.000 di kantor PT HTK melalui Indung Andriani.
Atas perbuatan itu, Asty didakwa telah melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.