TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB) dan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP) mengadakan diskusi dengan tema “Dialog antar Iman untuk Peradaban Berkemajuan” di Gado Boplo, Cikini, Jakarta Pusat (27/6/2019).
Semua ketua umum angkatan muda Muhammadiyah hadir mengisi diskusi ini.
Di antaranya Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto, Ketua Umum Nasyiatul Aisyiyah (NA) Diyah Puspitarini, Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Najih Prasetyo, dan Ketua Umum Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Hafizh Syafa'aturrahman. Selain itu pembicara yang hadir dari Kornas JIB Dr Abdullah Sumrahadi dan Peneliti Senior MAARIF Institute David Krisna Alka.
Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban Prof Syafig A Mughni dalam sambutannya menjelaskan bahwa dialog dengan kaum muda yang berbeda perlu ditingkatkan.
“Hidup di Indonesia yang plural menjadi kekuatan. Kita perlu merajut keberagaman untuk kemajuan. Kalau tidak kelak akan menjadi masalah. Karena itu perlu dikelola dengan baik,” ungkapnya.
Baca: Kemajuan Transformasi Digital di Indonesia Sisakan Tantangan Soal SDM
Prof Syafiq menambahkan, utusan khusus ini bertugas mengadakan dialog dan kerjasama.
“UKP DKAAP berperan dalam menciptakan kekuatan dunia yang adil, damai, dan bermartabat. Tugas khusus mengembangkan islam washatiyah, Islam yang moderat dan toleran,” tegasnya.
Ketum Pemuda Muhammadiyah Sunanto meminta semua pihak untuk membuka hati dan pikiran kaum muda untuk menguatkan kebersamaan sebagai pemuda Indonesia.
“Keberagamaan Indonesia yang menyatukan harus dikampanyekan di seluruh dunia,” tegasnya.
Sunanto menambahkan, pendekatan kebudayaaan yang bekerja untuk peradaban yang berkemajuan perlu dikembangkan.
“Dialog perlu diselesaikan. Tidak bisa dipaksakan. Toleransi itu soal metode dakwah. Ajaran sudah selesai. Metodenya perlu diracik bersama,” pungkas Sunanto.
Ketum NA Diyah Puspitarini menilai sikap NA sudah melalui tahap perbedaan, menempatkan kebajikan duduk bersama menghormati perbedaan dan tidak memaksakan.
“Kita perlu memiliki kebanggaan bersahabat dengan teman yang berbeda keyakinan. Dan juga perempuan harus diperkuat menjadi agen perdamaian, terutama muslim perempuan,” ungkapnya.
Najih Prasetyo sebagai Ketum IMM menyatakan bahwa membangun peradaban dimulai dari spiritualitas bukan semata kekuasaan.