Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Joko Jumadi, Kuasa Hukum Terdakwa pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril mengatakan pihaknya menempuh jalur Amnesti kepada presiden karena tidak ada upaya hukum lagi yang bisa dilakukan untuk membebaskan kliennya tersebut.
Sebenarnya menurut Joko ada beberapa opsi yang diperbincangkan mulai dari mengajukan grasi hingga mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kedua.
"Dalam konteks ini kira-kira upaya hukum yang dilkakukan oleh Nuril sudah habis, proses hukum sudah selesai di mahkamah agung (MA) karena PK sudah menjadi upaya hukum yang luar biasa," kata Joko di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (10/7/2019).
Joko mengatakan Nuril tidak bisa mengajukan grasi, karena vonis yang diterimanya di bawah dua tahun.
Untuk diketahui Nuril di vonis hakim 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta rupiah.
"Bagi kami sepertinya Grasi adalah sesuatu yang agak sulit, karena jelas dalam undang-undang dinyatakan bahwa grasi itu hanya boleh diberikan kepada seseorang yang pidananya diatas 2 tahun, minimal itu," katanya.
Baca: Polisi Pastikan 33 Suporter yang Diamankan Karena Tidak Punya Tiket The Jakmania
Baca: Gagal Ajukan Permohonan Perbaikan ke MK, Kuasa Hukum Caleg Partai Demokrat Ungkap Soal Hantu
Baca: Hakim Konstitusi Tegur Kuasa Hukum Keponakan Prabowo karena Terlambat Ajukan Gugatan
Baca: Ahok: MRT Jakarta Lebih Bagus dari yang di Luar Negeri
Begitu juga dengan PK kedua.
Hal itu sulit ditempuh karena berdasarkan keputusan MK, upaya PK hanya boleh dilakukan sekali.
"Dan belum ada jaminan juga, PK itu akan diterima, proses ini sudah cukup panjang," katanya.
Karena itu, Nuril menurut Joko meminta pengampunan presiden.
Upaya tersebut merupakan upaya final.
Apalagi perjalanan kasus Nuril sudah cukup lama yakni 5 tahun.
Nuril sudah sangat terbebabi dengan kasus yang menimpanya itu.