Kementerian Pertanian (Kementan) bersama dengan Dinas Pertanian Kabupaten, Dinas PU Kabupaten serta Kodim di wilayah terdampak kekeringan melakukan rapat kordinasi lintas sektoral untuk melakukan adaptasi dan mitigasi kekeringan.
Koordinasi ini menanggapi pernyataan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa tahun ini, berpotensi kemarau ekstrem sampai dengan September dan puncaknya akan terjadi pada Agustus.
Menurut data BMKG terdapat empat wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan yakni, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa, dan Bali.
"Kegiatan ini bertujuan untuk menentukan rencana aksi setiap kabupaten atau kecamatan sehingga sehingga semua unsur terkait bisa langsung action operasional," kata Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (PSP), Kementan Sarwo Edhy, Senin (8/7) lalu.
Menurut Surwo, untuk membantu wilayah yang puso, Kementan akan menginventarisir keikutsertaan asuransi petani. Apabila belum memiliki asuransi, Kementan akan menyiapkan bantuan benih.
"Begitu pula untuk wilayah yang terancam kekeringan dan belum puso, perlu pengaktifan pompa, mengoptimalkan sumber air terdekat, normalisasi saluran, serta penyediaan sumur pantek," ujarnya.
Ia menilai, kemarau seperti ini bisa menjadi kesempatan untuk mengembangkan lahan rawa. Menurutnya, optimalisasi potensi lahan rawa lebih baik dilakukan pada musim kemarau.
"Oleh karena itu, kami juga mengundang wilayah rawa agar mengupayakan penambahan luas tambah tanam melalui optimalisasi potensi lahan rawa. Rencana aksi bisa dengan bantuan benih padi, jagung, kedelai, tumpangsari, optamilisasi lahan," jelasnya.
Sebagai informasi, total luas kekeringan pada musim kemarau tahun ini mencapai 102.746 hektare (ha) dengan puso sebesar 9.358 ha. Jawa Timur menjadi provinsi dengan wilayah paling luas dengan kekeringan mencapai 34.006 ha dan puso 5.069 ha.
Kemudian, diikuti provinsi Jawa Tengah dengan luas kekeringan mencapai 32.809 ha dan puso 624 ha. Selanjutnya, luas kekeringan Yogyakarta mencapai 6.139 ha dengan puso 1.757 ha. Sementara Banten mengalami kekeringan 3.464 ha, NTB 857 ha dan NTT 55 ha dengan puso 15 ha.
Selanjutnya, luas kekeringan di Yogyakarta mencapai 6.139 ha dengan puso 1.757 ha. Sedangkan, Banten mengalami kekeringan 3.464 ha, NTB 857 ha dan NTT 55 ha dengan puso 15 ha. (*)