TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana Prabowo Subianto mengajukan syarat terhadap Joko Widodo jika pihaknya ingin melakukan rekonsiliasi menjadi perbincangan publik.
Sebab, syarat yang diajukan oleh Prabowo Subianto yakni mengajukan pemulangan pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab untuk kembali ke Indonesia.
Wacana ini pun dibenarkan oleh Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani saat ditemui Kompas.com di Jakarta.
Bukan hanya pemulangan Rizieq Shihab, pihak Prabowo juga meminta pemerintah membebaskan sejumlah tokoh pendukung yang ditangkap karena terjerat kasus hukum.
"Ya keseluruhan (pemulangan Rizieq Shihab), bukan hanya itu. Tapi keseluruhan bukan hanya itu. Kemarin kan banyak ditahan ratusan orang. Lagi diproses-proses. Ya segala macamlah ya," ujar Muzani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Baca: Hasil Kualifikasi Liga Champions, Berkah Ganti Sepatu Bawa Klub Raksasa Skotlandia Menang
Baca: Perubahan Mencolok Akun Instagram Istri Andre Taulany, Keberadaannya Diunggah Oleh Seorang MUA
Baca: Upaya Pengajuan Kasasi Prabowo-Sandi Dinilai Aneh oleh Yusril, Ini Alasannya
Baca: Tolak Bayar Biaya Tambahan Bagasi Pesawat, Pria Ini Pilih Pakai 15 Baju Sekaligus, Aksinya Viral
Menurut Ahmad Muzani, pertemuan antara Prabowo dan Jokowi sebagai langkah awal rekonsiliasi juga harus dilihat sebagai proses islah atau perdamaian.
Lebih lanjut Ahmad Muzani menjelaskan, proses islah ini tidak dapat terjadi jika masih terdapat dendam di tengah masyarakat.
Ia juga berharap, pihak pemenang Pilpres 2019 untuk tidak merasa menjadi penguasa yang bisa bertindak apa saja.
"Islah yang sekarang harus dilakukan itu harus meniadakan dendam, harus meniadakan bahwa saya pemenang dan kamu yang kalah. Saya penguasa, kamu yang dikuasai. Saya yang benar kamu yang salah sehingga islah itu tidak akan terjadi kalau dendam yang seperti itu masih terjadi," kata Ahmad Muzani.
Ahmad Muzani juga menegaskan, jangan sampai proses rekonsiliasi menjadi sekadar wacana dan dagangan politik semata.
"Rekonsiliasi tidak mungkin terjadi kalau kemudian suasana dan pikiran itu juga terjadi. Suasana itu harus diredakan, harus dikendurkan, sehingga islah itu menjadi sesuatu yang kuat," ucapnya.
Sebelumnya, wacana ini muncul lantaran tokoh pengusung Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak menilai rekonsiliasi pasca-pilpres hendaknya dimulai dengan memulangkan Rizieq Shihab ke Indonesia.
"Ini pandangan pribadi saya, bila narasi rekonsiliasi politik mau digunakan, agaknya yg paling tepat beri kesempatan kpd HABIB RIZIQ kembali ke Indonesia, stop upaya kriminalisasi,semuanya saling memaafkan.Kita bangun toleransi yg otentik,stop narasi2 stigmatisasi radikalis dll," tulis Dahnil Anzar Simanjuntak pada Kamis, 4 Juli 2019.
Seperti diketahui, pada April 2017 Rizieq Shihab bertolak ke Mekkah, Arab Saudi, untuk menunaikan ibadah umrah.
Namun, hingga kini Rizieq Shihab tak kunjung pulang ke Tanah Air.
Saat itu tengah muncul kasus chat (percakapan) via WhatsApp berkonten pornografi yang diduga menjerat pemimpin FPI itu dengan seorang perempuan bernama Firza Husein.
Setahun berjalan, polisi menghentikan kasus tersebut dengan alasan tidak cukup bukti.
Ali Mochtar Ngabalin: Presiden Tak Mungkin Kabulkan Syarat Itu
Dikutip TribunWow.com, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin angkat bicara terkait wacana rekonsiliasi bisa dilakukan jika pemerintah memulangkan Ketua Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab.
Melalui acara 'Primetime News' di Metro TV, Ali Ngabalin menyatakan bahwa rekonsiliasi antar kedua calon presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Prabowo Subianto memang perlu dilakukan, Sabtu (6/7/2019).
Namun demikian, ia menegaskan jika rekonsiliasi tidak bisa dibarter dengan kepentingan penegakkan hukum.
Sebab menurutnya, hal itu bisa mempengaruhi kewibawaan pemerintah.
"Rekonsiliasi itu terkait dengan kepentingan bangsa dan negara," ujar Ali Ngabalin, seperti dikutip TribunWow.com, Minggu (7/7/2019).
"Rekonsiliasi itu penting, penting untuk bangsa dan negara, penting untuk konsentrasi pemerintah."
"Tapi rekonsiliasi tidak dibarter dengan kepentingan-kepentingan penegakkan hukum yang bisa merongrong kewibawaan pemerintah dan penegakkan hukum di tanah air," sambungnya.
Terkait itu, Ali Ngabalin menegaskan bahwa 'pintu' ditutup jika rekonsiliasi dilakukan hanya sebagai barter hukum.
Bahkan dirinya menjamin jika presiden tak akan melakukan barter tersebut.
"Pasti ditutup itu, tidak mungkin presiden akan melakukan itu," tegas Ali Ngabalin.
"Saya memberikan jaminan bahwa tidak mungkin presiden melakukan rekonsiliasi itu dengan menabrak upaya-upaya penegakkan hukum."
"Presiden tidak akan mengintervensi langkah-langkah yang dilakukan penegakkan hukum."
Moeldoko: Pergi Sendiri, Ya Pulang Sendiri Saja
Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, Kepala Staf Kepresiden, Moeldoko juga angkat bicara terkait syarat rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo harus memulangkan Rizieq Shihab.
"Ya siapa yang pergi, siapa yang pulangin. Kan pergi-pergi sendiri, kok dipulangin, gimana sih? Emangnya kita yang ngusir, kan enggak," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (9/7/2019).
Seperti diketahui, pada April 2017 Rizieq Shihab bertolak ke Mekkah, Arab Saudi, untuk menunaikan ibadah umrah dan hingga kini Rizieq Shihab tak kunjung pulang ke Tanah Air.
"Pergi-pergi sendiri kok, kita ribut mau mulangin, kan gitu," ujar Moeldoko.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf pada pilpres 2019 lalu ini pun menyarankan Rizieq Shihab pulang saja ke Tanah Air jika memang ingin pulang.
"Ya pulang sendiri saja, enggak bisa beli tiket, baru gua beliin," lanjutnya.
Namun, saat ditanya apakah ada jaminan dari pemerintah bahwa Rizieq Shihab tak akan diproses hukum jika kembali ke Indonesia, Moeldoko enggan memberi jaminan.
"Ya saya tidak tepat bicara itu ya, mungkin Kapolri," ujarnya.
Mantan Panglima TNI ini juga mempertanyakan apakah rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo masih penting.
Sebab, ia melihat saat ini sudah tak ada lagi perpecahan di masyarakat.
"Kan sudah saya katakan kemarin, penting gak sih rekonsiliasi? Ada persoalan bangsa yang lebih besar. Nanti kita tata lagi, masyarakat yang di bawah kan sudah tenang tenang saja, elitnya yang ribut sendiri," ujar Moeldoko.
(TribunPalu.com/TribunWow.com/Kompas.com)