TRIBUNNEWS.COM. JAKARTA – Mantan Kapolda Metro Jaya Komjen (Pol) Mochammad Iriawan membantah pernah diperiksa oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
“Bukan diperiksa, tapi klarifikasi atau sekadar ngobrol biasa. Kalau diperiksa ‘kan di-BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Pertemuan saya dengan TGPF itu tidak ada pemeriksaan. Mereka tanya, apakah pernah bertemu Novel, saya jawab pernah. Novel memang pernah ke ruangan saya di Polda Metro Jaya,” ungkap jenderal polisi yang akrab disapa Iwan Bule ini dalam keterangannya, Minggu (14/7/2019).
Lalu, apa yang dibicarakan di Polda Metro Jaya?
“Diskusi masalah sinergitas Polri dan KPK dalam penanganan korupsi. Novel datang bersama Brigadir Arif, sahabat dia. Dia juga anak buah saya di Brimob Polda Metro Jaya. Lewat dia akhirnya ketemu saya dengan Novel. Kita diskusi masalah korupsi, bagaimana kolaborasi polisi dengan KPK. Penangananan kasus yang besar-besar, bukan OTT (operasi tangkap tangan) saja, melainkan kasus korupsi yang harus diungkap, mulai dari mendapat info, lanjut ke penyelidikan, audit, lanjut ke penyidikan, sampai menjaring/menangkap big fish (ikan besar)-nya. Saya bilang begitu. Kasih masukan ke dia (Novel) untuk masuk ke sektor-sektor yang belum terungkap, misalnya mafia pangan dan lain-lain, saya jelaskan ke mereka. Itu pertemuan kami di ruang kerja Kapolda Metro Jaya,” jelasnya.
Baca: Kritik Novel Baswedan dan Mantan Komisioner KPK Terhadap Kinerja TGPF
Jadi, bukan diperiksa?
“Sekali lagi, kalau diperiksa itu pakai BAP. Ini hanya ngobrol-ngobrol, klarifikasi. Kalau pakai istilah diperiksa kayaknya serem banget, begitu. Saya tidak mengerti mengapa mereka memakai istilah ‘diperiksa’. Dalam pertemuan itu saya tenang saja. Saya enggak tahu apa-apa tentang pelaku penyiraman Novel, apalagi tahu pelakunya. Saya enggak ada sangkut-paut dengan kasus ini. Nah, mungkin TGPF merasa saya tahu kasus Novel. Saya bilang enggak tahu. Kalau bertemu, memang pernah. Kemudian ditanya kapan lagi pernah ketemu, saya jawab pernah ke rumahnya (Novel), diajak Arif juga karena anak Novel lahir, namanya Umar. Saya silaturahmi. Tapi mungkin TGPF mau tahu apa sih maksud kedatangan saya ke Novel. Itu yang ditanyakan, mengapa Pak Iwan ke rumahnya. Ya, silaturahmi karena kebetulan Novel baru punya anak.Masak enggak boleh? Nanti boleh tanya Arif, karena dia yang mengajak saya ke rumah Novel,” paparnya.
Apakah dirinya pernah mengingatkan Novel soal kemungkinan ada ancaman? Iwan tak menampik.
Tapi, katanya, mengingatkan seorang polisi ‘kan wajar saja, apalagi kepada penyidik KPK yang sering mendapat ancaman.
“Tapi bukan berarti saya tahu siapa pelakunya. Mungkin TGPF berasumsi bahwa saya ke rumah Novel itu memberi tahu bahwa nanti Novel akan ada yang menganiaya, makanya diingtakan harus hati-hati, dan berasumsi juga saya tahu pelaku penyiraman air keras ke Novel. ‘Kan aneh itu?” sesalnya.
TGPF, kata Iwan, seharusnya mencari pelakunya dari bawah, dari tempat kejadian perkara (TKP) dan lain-lain.
“Tapi seolah-olah diasumsikan saya tahu sebelum kejadian itu, karena ada kata-kata ‘hati-hati Novel, kamu lagi menyidik kasus-kasus besar. Kalaupun kata-kata itu keluar, wajar saja saya sebagai senior bicara sama dia yang lagi menyidik kasus besar. Kepada semua saya juga bilang begitu. Anak buah saya yang juga menangani kasus atau mau pergi menangkap orang, juga saya bilang hati-hati. Namun bukan berarti hati-hati itu saya tahu pelaku penyiraman Novel,” terangnya.
Lalu, mengapa berita TGPF telah memeriksa jenderal bintang tiga diangkat besar-besar ke media?
“TGFP seharusnya menjelaskan apa yang sudah dilakukan mulai dari TKP, temuan-temuan lain yang memberikan petunjuk ke peristiwa itu, kendala-kendala yang dihadapi, sehingga TPGF belum bisa mengungkap atau menemukan fakta dan sebagainya. Jelaskan dong ke publik,” pintanya.
Apa Anda pernah menawarkan untuk memberikan penjagaan kepada Novel?