Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat Terbatas (Ratas), Selasa (16/7/2019) menghasilkan kesimpulan dari 12 kota atau kebupaten, ada empat kota yang segera merampungkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di tahun ini.
Keempat kota tersebut yakni Surabaya Jawa Timur, Bekasi Jawa Barat, Solo Jawa Tengah dan DKI Jakarta.
Baik Gubernur maupun Wali Kota terkait hadir menghadap dan memberikan paparan di depan Presiden Jokowi.
Wali Kota Surabaya, Tri Risma Harini mengatakan di Surabaya, pembangunan fisik PLTSa sudah hampir 80 persen, yakni di TPA Benowo.
"Ya Insya Allah kalau Surabaya fisiknya sudah lebih dari 80 persen, hampir jadi di TPS Benowo. Nanti jadi 11 megawatt kita punya," ujar Risma usai menghadiri Ratas di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta.
Terpisah, Sekda DKI Jakarta Saefullah yang hadir Ratas mewakili Gubernur Jakarta Anies Baswedan juga mengatakan hal yang sama, siap untuk menerapkan PLTSa.
"Arahan presiden supaya pengolahan sampah itu disegerakan. Kan kita konstruksinya belum mulai. Ground breaking kan sudah di Sunter, Jakarta Utara," tegas Saefullah.
Saefullah berharap mudah-mudahan melalui ratas tersebut, kementerian terkait bisa segera dilibatkan. Dimana dirinya menargetkan DKI Jakarta tahun 2022 bisa mengoperasikan PLTSa.
"DKI memang targetnya operasi di 2022. Karena pembangunan itu butuh waktu. Kebetulan kami bangun kapasitasnya besar 2200 megawatt," tambahnya.
Sebelumnya Seskab Pramono Anung mengatakan dalam ratas kali ini Presiden Jokowi straight untuk mengecek satu per satu dari 12 kota / kabupaten yang mengusulkan PLTSa.
Dari 12 kota/kabupaten, sudah ada empat kota yang akan selesai pembangunan PLTSa yakni Surabaya, Bekasi, Solo dan DKI Jakarta.
"Persoalan sampah sudah cukup lama karena ada perbedaan pandangan antara PLN dengan daerah-daerah yang ada. Tadi presiden menegaskan karena Perpresnya sudah ada, hitungan sudah ada 13 sekian per kwh itu yang dijadikan acuan," imbuh pramono.
Empat kota prioritas akan dikawal secara langsung penyelesaian PLTSa, kelima yakni Bali. Sementara tujuh daerah lainnya, akan diminta membuat prototypenya.
Lambatnya pembangunan PLTSa, menurut Pramono didasari dengan persoalan klasik yaitu tipping fee atau biaya pengelolaan sampah yang sebetulnya sudah diatur dalam Perpres.